Friday, May 15, 2015

Trauma Kepala


TRAUMA KEPALA


A.    DEFINISI

1.      Trauma kepala adalah kejadian traumatik yang mengenai otak yang dapat menyebabkan perubahan fisik, intelektual, emosi, sosial dan vokasional (Black & Matassarin 1997).
2.      Trauma kepala meliputi trauma kulit kepala , tengkorak dan otak, sangat sering terjadi dan merupakan penyakit neorologik dan merupakan proporsi epidemik sebagai hasil kecelakaan jalan raya. (Smeltzer & Bare, 2002).
3.      Trauma kepala adalah suatu bentuk trauma yang dapat merubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan aktifitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan pekerjaan atau suatu gangguan traumatik yang dapat menimbulkan perubahan fungsi otak (Black. M, 1997 dalam kumpulan materi kuliah FIK UI 2004).
4.      Trauma kepala merupakan kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (Price & Wilson, 1995).

B.     ETIOLOGI
1.      Kecelakaan lalu lintas dan industri
2.      Jatuh
3.      Perkelahian
4.      Cedera saat olah raga.
5.      Oleh benda/ serpihan tulang yang menembus jaringan otak.
6.      Cedera kepala terbuka sering oleh peluru atau pisau.

C.    MEKANISME TERJADINYA TRAUMA

Mekanisme trauma memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari trauma kepala:
  1. Trauma percepatan (akselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul atau karena kena lemparan benda tumpul.
  2. Trauma perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah.
  3. Akselerasi dan deselerasi
Terjadi ketika benda yang bergerak menghantam benda yang diam dan kemudian kepala menghantam banda yang diam (otak bergeser dalam  tengkorak, injuri otak terjadi peda sisi yang terbentur dan pada sisi yang berlawanan.
  1. Deformasi
Deformasi adalah injury yang dihasilkan oleh suatu kekuatan yang menyebabkan terjadinya perubahan bentuk dan kerusakan dari bagian tubuh. Menyebabkan deformitas dan mengganggu integritas akibat adanya bagian kepala yang patah.. Misanya fraktur tulang tengkorak yang dapat merobek jaringan otak dan rusaknya struktur otak lain  seperti pembuluh darah dan saraf terjadi hematom dan mengakibatkan kerusakan otak yang luas.

D.    KLASIFIKASI

1.      Berdasarkan keadaan pasca trauma:
a.       Cedera kepala tertutup.
Merupakan hasil dari trauma aselerasi/deselerasi. Trauma ini melibatkan struktur dalam kepala seperti substansi otak, CSF dan pembuluh darah.Selama proses aselerasi/deselerasi akan menimbulkan kerusakan di beberapa tempat.
Saat terjadi benturan otak bergerak,hal ini dapat menyebabkan adanya luka pada jaringan otak,kerusakan pembuluh darah dan syaraf dan memungkinkan terjadinya perputaran otak.
Cedera kepala tertutup ini biasanya menyebabkan :
1)      Comosio Cerebri (gegar otak) biasa disebut cedera kepala ringan
Adalah suatu kerusakan sementara fungsi neorologi  yang disebabkan oleh karena benturan kepala. umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam waktu yang berakhir selama beberapa detik sampai beberapa menit, getaran otak sedikit saja hanya akan menimbulkan pusing/berkunang-kunang atau juga dapat kehilangan kesadaran komplet sewaktu gejala. Biasanya tidak merusak struktur tapi menyebabkan hilangnya kesadaran setelah cedera. Dapat timbul lesu, nausea, dan muntah. Tetapi biasanya dapat kembali pada fungsi yang normal. Setelah comosio biasanya akan timbul gejala berupa sakit kepala, pusing, ketidak mampuan berkontraksi beberapa minggu sesudah kejadian, gangguan memori sementara, pasif, dan peka. Jika terjadi kecelakaan, kesadaran mungkin hanya beberapa detik/menit. Setelahnya pasien mungkin mengalami disorientasi dalam waktu yang relatif singkat. Amnesia retrograde (pada beberapa orang). Pingsan kurang dari 10 menit-20 menit
Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali, tanpa kerusakan otak permanen, tidak ada gejala sisa.
2)      Contosio Cerebri (memar otak).
Benturan dapat menyebabkan kerusakan struktur  dari permukaan otak yang mengakibatkan perdarahan dan kematian jaringan dengan atau tanpa edema. Contosio dapat berupa coup injuri (massa relative diam) dan coup injuri (Kepala dalam kondisi bebas bergerak).
Merupakan cedera kepala berat, dimana otak mengalami memar, dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada keadaaan tidak sadarkan diri.
Gejala muncul lebih khas :
Pasien terbaring, kehilangan gerakan, denyut nadi lemah, pernafasan dangkal, kulit dingin dan pucat, defekasi dan berkemih tidak disadari, tekanan darah dan suhu tidak normal Gangguan kesadaran lebih lama. Perdarahan kecil lokal/difus ---- gangguan lokal --- perdarahan.Kelainan neurologik positip, reflek patologik positip, lumpuh, konvulsi, gejala TIK meningkat, amnesia retrograd lebih nyata.
b.      Cedera kepala terbuka.
Keadaan ini terjadi jika kepala berbenturan dengan benda tajam seperti pisau, peluru sehingga luka menghubungkan antara udara luar dengan isi rongga kepala. Kerusakan yang terjadi tergantung pada kecepatan objek yang menembus tulang tengkorak dan lokasi otak yang terkena objek.
Jika kecepatan objek tinggi maka akan menghasilkan tenaga perusak yang besar dan akan berakibat pada kerusakan jaringan syaraf, pembuluh darah yang luas.
2.      Berdasarkan derajat kesadaran
a.       Cedera kepala ringan.(55%)
1)      GCS : 13-15
2)      Kehilangan kesadaran kurang dari atau sama dengan 30 menit atau kurang dari sama dengan 2 jam.
3)      Tidak ada fraktur tengkorak, contosio/hematom.
4)      Pusing £ 10 menit, tidak ada deficit neurology
5)      Gambaran scaning otak normal
b.      Cedera kepala sedang.(24%)
1)      GCS : 9-12.
2)      Kehilangan kesadran/ Pingsan . > 10 menit sampai 30 menit (bahkan bisa 24 jam atau antara 2-6 jam
3)      Dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan (bingung)
4)      Terdapat deficit neurology
5)      Gambaran scanning otak abnormal
c.       Cedera kepala barat.(21%)
1)      GCS: 3-8
2)      Kehilanggan kesadaran Pingsan > 6 jam sampai lebih dari 24 jam
3)      Contosio cerebri, laserasi/adanya hematom/edema serebral
4)      Defisit neurology terjadi
5)      Gambaran scaning otak abnormal

E.     PERDARAHAN INTRA KRANIAL PADA TRAUMA KEPALA

1.      Hematom Epidural
Adalah suatu akumulasi/pengumpulan darah atau bertambahnya perdarahan yang menuju keruang antara tulang tengkorak bagian dalam dan meningen paling luar (durameter). Terjadi karena laserasi atau pecahnya pembuluh darah / cabang – cabang dari arteri meningeal tengah/media atau meningeal bagian frontal. Lokasi yang paling sering yaitu dilobus temporalis dan parietalis.
Gejala – gejalanya :  
a.       Hilangnya kesadaran ringan diikuti periode leuid (pikiran jernih) tingkat kesadaran cepat menurun menuju bingung dan koma, deserebrasi, pupil an isokor, reflek patologik positip.
b.      Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1 – 2 hari.
c.       Jika tidak ditangani akan menyebabkan kematian. ).
d.      Nyeri kepala  sampai hebat
e.       Muntah
f.       Hemiparese
g.      Pernapasan cepat dalam kemudian dangkal ( reguler )
h.      Penurunan nadi
i.        Peningkatan suhu
2.      Hematoma Subdural
Adalah akumulasi/perdarahn arteri/vena antara durameter dan arakhnoid yang menutup otak. Penyebabnya biasanya robekan pembuluh darah vena yang ditemukan diarea ini
Hematom ini terbagi menjadi :
a.       Akut :
1)      Menunjukkan gejala dalam 24-48 jam setelah cedera
2)      Tanda klinis : TD meningkat dengan frekuensi nadi lambat dan  pernafasan cepat sesuai dengan peningkatan hematoma yang cepat sakit kepala,    mengantuk, bingung, agitasi, dilatasi dan fiksasai pupil ipsi lateral/Udem pupil, menarik diri, berfikir lambat

b.      Sub Akut :
1)      Mempunyaia gejala klinis dari 2 hari- 2 minggu setelah cedera
2)      Awitan gejala klinis lebih rendah dan lebih tidak berbahaya dari pada yang akut
c.       Kronis:
1)      Terjadi 2 minggu sampai dengan 3-4 bulan setelah cedera awal, hemoragi awal mungkin sangat kecil
2)      Dalam satu minggu atau lebih dari hemoragi, bekuan membentuk membrane mukosa yang berbentuk kapsul
3)      Gejala umum meliputi sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, kadang-kadang disfagia
3.      Hematom Intrakranial :
a.       Perdarahan intraserebral  ± 25 cc atau lebih.
b.      Selalu diikuti oleh kontosio.
c.       Penyebab : Fraktur depresi tulang tengkorak, cidera penetrasi peluru, getaran atau gerakan akselerasi - deselerasi mendadak/tiba-tiba.
d.      Herniasi merupakan ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema  lokal.
4.      Hematom Intraserebral
Adalah berupa perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler dan vena/perdarahan kedalam substansi otak yang diakibatkan oleh hipertansi sistemik yang menyebabkan degenerasi dan rupture pembuluh darah, rupture kantung anaerisma, anomaly vaskuler, tumor intracranial, serta penyebab sitemik termasuk gangguan perdarahan ( sperti leukemia, hemofilia, anemia aplastik, trombositopenia dan komplikasi terapi anti koagulan). Biasanya terjadi akibat cidera langsung, sering terjadi pada lobus frontal dan temporal.
Gejala – gejalanya :
a.       Nyeri kepala
b.      Penurunan kesadaran
c.       Komplikasi pernapasan
d.      Hemiplegi kontra lateral
e.       Dilatasi pupil
f.       Perubahan tanda – tanda vital
5.      Hematom Subarakhnoid.
Adalah perdarahan yang terjadi pada ruang arakhnoid yaitu antara lapisan arakhnoid dengan piameter. Sering kali terjadi karena adanya robekan vena dan bersifat kronik. Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.
Gejala – gejalanya :
a.       Nyeri kepala
b.      Penurunan kesadaran
c.       Hemiparese
d.      Dilatasi pupil ipsilateral
e.       Kaku kuduk.

F.    MANIFESTASI KLINIS
1.      Cedera kepala ringan-sedang
a.       Disorientasi ringan
b.      Amnesia post partum
c.       Hilang memori sesaat
d.      Sakit kepala
e.       Mual dan Muntah
f.       Vertigo dan perubahan posisi
g.      Gangguan pendengaran
Tanda yang potensial berkembang :
-          Penurunan kesadaran
-          Perubahan pupil
-          Mual makin hebat
-          Sakit kepala semakin hebat
-          Gangguan pada beberapa saraf cranial
-          Tanda-tanda meningitis
-          Apasia
-          Kelemahan motorik
2.      Cedera kepala sedang-berat
a.       Tidak sadar dalam waktu lama
b.      Fleksi dan ekstensi abnormal
c.       Edema otak
d.      Tanda herniasi
e.       Hemiparese
f.       Gangguan akibat saraf cranial
g.      Kejang

G.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.      CT scan (tanpa/dengan kontras)
Mengidentifikasi adanya SOL, hemoragik, menetukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak, adanya nyeri kepala, mual, muntah, kejang, penurunan kesadaran. Pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada iskemia/infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma.
2.      MRI.
Mengidentifikasi patologi otak atau perfusi jaringan otak, misalnya daerah yang mengalami infark, hemoragik. Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3.      Angiografi cerebral.
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran caiaran otak akibat edema, perdarahan, dan trauma.
4.      EEG
Memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis
5.      Sinar X-Ray
Mendeteksi adanya perubahan  struktur tulang tengkorak (fraktur), pergeseran srtuktur dari garis tengah (kerena perdarahan, edema), adanya fragmen tulang.
6.      BAER (Brain Auditori Evoked Respon)
Menentukan cortek dan batang otak/otak kecil
7.      PET (Positron Emission Tomografi)
Menunjukkan perubhan aktivitas metabolisme pada otak
8.      Punksi lumbal
Dapat menduga kemungkin adanya perdarahan sub araknoid, dan menganalisa cairan otak.
9.      GDA
Mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenisasi yang akan dapat meningkatkan TIK.
10.  Kimia/elektrolit darah
Mengetahui ketidakseimbangan cairan/ elektrolit yang berperan dalam meningkatkan TIK / perubahan mental.
11.  Perubahan/Screen toksikologi
Untuk mendeteksi obat yang memungkinkan menimbulkan terhadap penurunan  kesadaran.
12.  Kadar anti konfulsan darah
Mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.
13.  ABGs:
Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah  pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial

Laboratorium
  1. AGD untuk mengetahui adanya masalah ventilasi perfusi atau oksigenasi yang dapat meningkatkan TIK
  2. Kimia Darah untuk melihat keseimbangan cairan dan elektrolit yang berperan dalam peningkatan TIK dan perubahan status mental
  3. Pemeriksaan Toksikologi untuk mendeteksi obat yang mungkin menimbulkan penurunan kesadaran
  4. Kadar anti konvulsan darah untuk mengetahui keefektifan terapi untuk mengatasi kejang

H.       PENATALAKSANAAN
1.      Jika terdapat luka pada kulit kepala, diusahakan ditutup, dan kontrol perdarahan yang terjadi.
2.      Luka pada kulit kepala yang tidak diatas fraktur, segera dianastesi local, dibersihkan dan dijahit.
3.      Pada depresi tengkorak dilakukan pembedahan untuk menata kembali fragmen tulang dalan lapisan durameter yang robek.
4.      Pembedahan :
a.       Kraniotomy, membuka tengkorang untuk mwngangkat bekuan darah atau tumor, menghentikannperdarahan intra cranial, memperbaiki jaringan otak, atau pembuluh darah yang rusak.
b.      Kraniaektomy, mengangkat bagian tulang tengkorak.
c.       Kranioplasty, memperbaiki tulang tengkorak dengan logam, lempeng plastic, untuk menutup area yang terbuka dan memperkuat area kerudakan tulang.

5.      Pembedahan. Trepanasi à melakukan evakuasi terhadap perdarahan yang timbul dan menghentikan perdarahan.
6.      Konservatif: Memperbaiki keadaan umum, pemberian vasodilator, mengurangi edema cerebri.
a.       Bedrest total
b.      Pemberian obat-obatan
c.       Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
7.      Pengobatan.
a.       Anti Seuzure ( serangan tiba-tiba), seperti phenitoin
b.      Antagonis, histamine untuk mengurangi resiko stress ulcer.
c.       Analgetik : acenaminoven, kodein
d.      Diuretic untuk menurunkan TIK
e.       Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol
f.       Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringanya trauma.
g.      Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurnagi vasodilatasi.
h.      Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
i.        Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak. Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP). Pemberian protein tergantung nilai ure nitrogennya.
8.      Pasien dalam keadaan sadar (GCS 15) dengan:
a.       Simple head injury bila tanpa deficit neurology
1)      Dilakukan rawat luka
2)      Pemeriksaan radiology
3)      Pasien dipulangkan dan keluarga diminta untuk observasi bila terjadi penurunan kesadran segera bawa ke rumah sakit
b.      Kesadaran Terganggu Sesaat
1)      Pasien mengalami penurunan kesadaran sesaat setelah trauma dan saat diperiksa sudah sadar kembali
2)      Lakukan foto kepala dan perawatan luka
3)      Pulangkan dan bila kesadaran menurun di rumah, segera bawa ke rumah sakit
9.      Pasien Dengan Penurunan Kesadaran
a.       CKR (GCS 13-15)
Perubahan orientasi tanpa disertai deficit fokal cerebral:
1)      Lakukan pemeriksaan fisik, perawatan luka, foto kepala, istirahat baring dengan mobilisasi bertahap sesuai dengan kondisi pasien disertai terapi simptomatis
2)      Observasi minimal 24 jam di rumah sakit untuk menilai kemungkinan hematom intracranial seperti sakit kepala, muntah, kesadaran menurun, gejala lateralisasi (pupil anisolor, refleks patologis positif)
3)      Jika dicurigai adanya hematom, lakukan scaning otak
b.      CKS (GCS 9-12)
Pada kondisi ini, pasien dapat mengalami gangguan kardiopulmoner, urutan tindakan sebagai berikut:
1)      Periksa dan atasi gangguan nafas (ABC)
2)      Lakukan pemeriksaan kesadaran, pupil, tanda fokal cerebral dan cedera organ
3)      Foto kepala dan bila perlu bagian tubuh lainnya
4)      Scaning otak bila dicurigai hematoma intracranial
5)      Observasi TTV, kesadaran, pupil dan deficit fokal cerebral lainnya
c.       CKB ( GCS 3-8)
1)      Biasanya disertai cidera multiple
2)      Bila dicurigai fraktur cervical pasang kolarneck
3)      Bila ada luka terbuka dan ada perdarahan dihentikan dengan balut tegas untuk pertolongan pertama
4)      Observasi kelainan cerebral dan kelainan sistemik
5)      Hipokapnia, hipotensi, dan hiperkapnia akibat gangguan cardiopulmonal

I.      PRIORITAS KEPERAWATAN
1.      Memaksimalkan perfusi atau fungsi cerebral
2.      Mencegah, meminimalkan komplikasi
3.      Mengoptimalkan fungsi otak/mengembalikan pada keadaan sebelum trauma
4.      Menyokong proses koping dan pemulihan keluarga
5.      Memberikan informasi mengenai proses/prognosis penyakit, rencana tindakan, dan sumberdaya yang ada

J.    MASALAH KEPERAWATAN
1.      Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah oleh sol (hemoragi, hematom); edema cerebral (respon umum atau local) cedera, perubahan metabolic, takar layak obat/alkohol; penurunan tekanan darah sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung).
2.      Risti takefektifnya pola nafas b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak), Kerusakan persepai atau kognitif, Obstruksi trakeobronkial.
3.      Resiko/aktual peningkatan intrakranial berhubungan dengan adanya proses desakan ruang dalam otak akibat penumpukan cairan, kelainan sirkulasi serebrospinal, vasodilatasi pembuluh darah otak akibat asidosis metabolik.
4.      Perubahan persepsi sensori b.d perubahan resepsi sensorik, transmisi dan/atau integrasi (trauma atau defisit neurologis).
5.      Risiko tinggi terhadap penyebaran infeksi  berhubungan dengan statis cairan tubuh, proses inflamasi

K.     Rencana Asuhan Keperawatan




RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN



No
Tanggal
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasionalisasi





































Perubahan perfusi jaringan serebral berhbungan dengan:
      Penghentian aliran darah oleh SOL (hemoragi, hematoma)
      Edema serebral (respons lokal atau umum pada cedera, perubahan metabolik, takar lajak obat/alkohol)
      Penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)

Kemungkinan dibuktikan oleh:
      Perubahan tingkat kesadaran; kehilangan memori
      Perubahan respons motorik/sensori
      Gelisah
      Perubahan tanda vital
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x30 menit perfusi serebral adekuat, dengan kriteria:
      Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi motorik/sensori
      Mendemonstrasikan tanda vital stabil
      Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK 
Mandiri
      Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu atau yang menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK

      Pantau/catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar (misalnya skala koma Glascow

      Evaluasi kemampuan membuka  mata
      Kaji respon verbal














      Kaji respon motorik terhadap perintah yang sederhana, gerakan yang bertujuan (patuh terhadap perintah, berusaha untuk menghilangkan rangsangan nyeri yang diberikan) dan gerakan yang tidak bertujuan (kelainan postur tubuh). Catat gerakan anggota tubuh dan catat sisi kiri dan kanan secara terpisah
      Pantau TD (hipertensi sistolik dan tekanan nadi yang semakin berat)



      Pantau frekuensi jantung, catat adanya brakardia, takikardia, dan bentuk disritmia lainnya



      Pantau pernafasan meliputi pola dan iramanya seperti adanya periode apnea setelah hiperventilasi yang disebut pernapasan Cheyne-Stokes

      Evaluasi keadaan pupil, catat ukuran, ketajaman, kesamaan antara kiri dan kanan, dan reaksinya terhadap cahaya
      Kaji perubahan pada penglihatan, seperti adanya penglihatan kabur, ganda, lapang pandang menyempit dan kedalaman persepsi
      Kaji letak/gerakan mata, catat apakah pada posisi tengah atau ada deviasi pada salah satu sisi atau kebawah. Catat pula hilangnya refleks “doll`s eye” (refleks okulosefalik)



      Catat ada/tidaknya refleks-refleks tertentu seperti refleks menelan, batuk dan babinski

      Pantau suhu dan atur suhu lingkungan sesuai indikasi. Batasi penggunaan selimut; berikan kompres hangat saat demam timbul. Tutup ekstremitas dalam selimut jika menggunakan selimut hipotermi (selimut dingin)
      Pantau pemasukan dan pegeluaran. Ukur berat badan sesuai dengan indikasi. Catat turgor kulit dan keadaan membran mukosa




      Pertahankan kepala/leher pada posisi tengah atau pada posisi netral, sokong dengan gulungan handuk kecil atau bantal kecil. Hindari pemakaian bantal besar pada kepala
      Berikan waktu istirahat diantara aktivitas keperawatan yang dilakukan dan batasi waktu dari setiap prosedur  tersebut
      Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti masase punggung, lingkungan yang tenang
      Bantu pasien untuk menghindari/membatasi batuk, muntah, pengeluaran feses yang dipaksakan/mengejan jika mungkin
      Hindari/batasi penggunaan restrein

      Perhatikan adanya gelisah yang meningkat, peningkatan keluhan, dan tingkah laku yang tidak sesuai


      Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih, pertahankan kepatenan drainase urine jika digunakan. Pantau kemungkinan adanya konstipasi
      Observasi adanya aktivitas kejang dan lindungi pasien dari cedera


      Kaji adanya peningkatan rigiditas, regangan, meningkatnya kegelisahan, peka rangsang, serangan kejang
Kolaborasi
      Tinggikan kepala pasien 15-45 derajat sesuai indikasi



      Batasi pemberian cairan sesuai indikasi. Berikan cairan melalui IV dengan alat kontrol

      Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi

Mandiri
      Pantau GDA/tekanan oksimetri


      Berikan obat diuretik, contoh manitol (Osmitrol); furosemid (Lasix)
      Berikan steroid, contoh deksametason (Decadron); metil-prednisolon (Medrol)
      Berikan antikonvulsan, contoh fenitoin (Dilantin)
      Klorpromasin (Thorazine)





      Analgetik sedang, seperti kodein



      Berikan sedatif, contoh difenhidramine (Benadryl)
      Berikam antipiretik, contoh asetaminofen (Tylenol)


      Persiapan untuk pembedahan jika diperlukan




      Menentukan pilihan intervensi. Penurunan tanda/gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya setelah serangan awal mungkin menunjukkan bahwa pasien itu perlu dipindahkan ke perawatan intensif untuk memantau tekanan TIK dan/atau pembedahan
      Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensi peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP
      Menentukan tingkat kesadaran

      Mengukur kesesuaian dalam berbicara dan menunjukkan tingkat kesadaran. Jika kerusakan yang terjadi sangat kecil pada korteks serebral, pasien mungkin akan bereaksi dengan baik terhadap rangsangan verbal yang diberikan tetapi mungkin juga memperlihatkan seperti ngantuk berat atau tidak kooperatif. Kerusakan yang lebih luas pada korteks serebral mungkin akan berespon lambat pada perintah atau tetap tertidur ketika tidak ada perintah, mengalami disorientasi dan stupor. Kerusakan pada batang otak, pons dan medulla ditandai dengan adanya respons yang tidak sesuai terhadap rangsangan
      Mengukur kesadaran secara keseluruhan dan kemampuan untuk berespon pada rangsangan eksternal dan merupakan petunjuk keadaan kesadaran terbaik pada pasien yang matanya tertutup sebagai akibat dari trauma atau pasien yang afasia.





      Normalnya, autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan pada saat ada fluktuasi tekanan darah sistemik. Kehilangan autoregulasi dapat mengikuti kerusakan vaskularisasi serebral lokal atau menyebar.
      Perubahan pada ritme (paling sering bradikardia) dan disritmia dapat timbul yang mencerminkan adanya  depresi/trauma pada batang otak pada pasien yang tidak mempunyai kelainan jantung sebelumnya
      Napas yang tidak teratur dapat menunjukkan lokasi adanya gangguan serebral /peningkatan TIK dan memerlukan intervensi yang lebih lanjut termasuk kemungkinan dukungan napas buatan
      Reaksi pupil diatur oleh saraf kranial okulomotor (III) dan berguna untuk menentukan apakah batang masih baik.

      Gangguan penglihatan, yang dapat diakibatkan oleh kerusakan mikroskopik pada otak, mempunyai konsekuensi terhadap keamanan dan juga akan mempengaruhi pilihan intervensi
      Posisi dan gerakan mata membantu menemukan lokasi area otak yang terlibat. Tanda awal ari peningkatan TIK adalah kegagalan dalam abduksi pada mata, mengindikasikan penekanan/trauma pada saraf kranial V. Hilangnya doll’s eye mengindikasikan adanya penurunan pada fungsi batang otak dan prognosisinya jelek
      Penurunan refleks menandakan adanya kerusakan pada tingkat otak tengah atau batang otak dan sangat berpengaruh langsung terhadap keamanan pasien.
      Demam dapat mencerminkan kerusakan pada hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil) yang selanjutnya dapat menyebabkan peningkatan TIK


      Bermanfaat sebagai indikator dari cairan total tubuh yang terintegrasi dengan perfusi jaringan. Iskemia/trauma serebral dapat mengakibatkan diabetes insipidus atau SIADH. Gangguan ini dapat mengarahkan pada masalah hiotermia atau pelebaran pembuluh darah yang pada akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap tekanan serebral
      Kepala yang miring pada salah atu sisi menekan vena jugularis an menghambat aliran darah vena, yang selanjutnya akan meningkatkan TIK



      Aktivitas yang dilakukan terus menerus dapat meningkatkan  TIK dengan menimbulkan efek stimulasi kumulatif


      Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi fisiologiss tubuh dan meningkatkan istirahat untuk mempertahankan atau menurunkan TIK
      Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intratoraks dan intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK


      Restrein mekanik dapat menambah respons melawan yang akan meningkatkan TIK
      Petunjuk nonverbal ini mengindikasikan adanya peningkatan TIK atau menandakan adanya nyeri ketika pasien tidak dapat mengungkapkan keluhan secara verbal. Nyeri yang tidak hilang dapat menjadi pemicu munculnya TIK
      Dapat menjadi pemicu respon otonom yang berpotensi untuk meningkatkan TIK




      Kejang dapat terjadi sebagai akibat dari iritasi serebral, hipoksia, atau peningkatan TIK dan kejang dapat meningkatkan TIK lebih lanjut yang meningkatkan kerusakan jaringan serebral
      Merupakan indikasi dan iritasi meningeal yang dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan pada duramater atau perkembangan infeksi selama periode akut atau penyembuhan dari trauma kepala

      Meningkatkan aliran balik vena dari kepala, sehingga akan mengurangi kongesti dan eema atau resiko terjadinya peningkatan TIK

      Pembatasan cairan mungkin diperlukan untuk menurunkan edema serebral; meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler, tekanan darah dan TIK
      Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral yang menigkatkan TIK
      Menentukan kecukupan pernapasan (kemunculan dari hipoksia/asidosis) dan mengindikasikan kebutuhan akan terapi
      Diuretik dapat digunakan pada fase akut untuk menurunkan air dari sel otak, menurunkan edema otak dan TIK
      Menurunkan inflamasi, yang selanjutnya menurunkan edema jaringan

      Obat pilihan untuk mengatasi dan mencegah terjadinya aktivitas kejang
      Bermanfaat dalam mengatasi adanya kelainan bentuk tubuh dan menggigil yang mana dapat meningkatkan TIK. Catatan: obat ini dapat menurunkan ambang kejang atau sebagai presipitasi toksisitas terhadap Dilantin
      Dapat diindikasikan untuk menghilangkan nyeri dan dapat berakibat negatif pada TIK tetapi harus digunakan dengan hati-hati untuk mencegah gangguan pernapasan
      Digunakan untuk mengendalikan kegelisahan, agitasi
      Menurunkan atau mengendalikan demam dan mempunyai penharuh meningkatkan metabolisme serebral atau peningkatan kebutuhan oksigen
      Kraniotomi atau trepanasi diperlulan untuk memindahkan frgamen tulang, evakuasi hematom, mengendalikan hemoragik dan membersihkan jaringan nekrotik


No
Tanggal
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasionalisasi





































Risiko tinggi terhadap pola nafas tak efektif berhubungan dengan :
      Kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernafasan otak)
      Kerusakan persepsi atau kognitif
      Obstruksi trakeobronkial
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x30 menit pola napas menjadi efektif, dengan kriteria:
      Mempertahankan pola pernapasan normal/efektif
      Bebas sianosis
      GDA dalam batas normal 
Mandiri
      Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan  pernapasan



      Catat kompetensi refleks gag/menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai indikasi






      Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miring sesuai indikasi

      Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif jika pasien sadar
      Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Catat karakter, warna kekeruhan dari sekret





      Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara-suara tambahan yang tidak normal (seperti krekels, ronki, mengi)

      Pantau penggunaan dari obat-obat depresan pernapasan, seperti sedatif

Kolaborasi
      Pantau atau gambarkan analisa gas darah, tekanan oksimetri

      Lakukan rontgen toraks ulang



      Berikan oksigen



      Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi

      Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal (umumnya mengikuti cedera otak) atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak. Pernapasan lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya ventilasi mekanis
      Kemampuan memobilisai atau membersihkan sekresi penting untuk pemeliharaan jalan napas. Kehilangan refleks menelan atau batuk menandakan perlunya jalan napas buatan atau intubasi. Catatan: jalan napas nasofaringeal lunak mungkin diarankan untuk mencegah  stimulasi refleks gag dibandingkan dengan jalan napas yang keras melalui orofaring yang dapat mengantarkan pada proses batuk yg berlebihanan meningkatkan TIK
      Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan menurunkan adanya kemungkinan liah jatuh yang menyumbat jalan napas
      Mencegah/menurunkan atelektasis


      Penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien koma atau dalam keadaan imobilisasi dan tidak dapat membersihkan jalan napasnya sendiri. Penghisapan pada trakhea yang lebih dalam harus dilakukan dengan ekstra hati-hati karena hal tersebut dapat menyebabkan atau meningkatkan hipoksia yang menimbulkan vasokontriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh cukup besar pada perfusi serebral
      Untuk mnegindentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang membahayakan oksigenasi serebral atau menandakan terjadinya infeksi paru (umumnya merupakan komplikasi dari cedera kepala)
      Dapat meningatkan gangguan/komplikasi pernapasan



      Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan asam basa dan kebutuhan akan terapi
      Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-tanda komplikasi yang berkembang (seperti atelektasis atau bronkopneumonia)
      Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat pernapasan tertekan, mungkin diperlukan ventilasi mekanik
      Walaupun merupakan kontraindikasi pada pasien dengan peningkatan TIK fase akut namun tindakan ini seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk memobilisasi dan membersihkan jalan napas dan menurunkan risiko atelektasis/komplikasiparu lainnya



No
Tanggal
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasionalisasi
3




































Resiko/aktual pening-katan intrakranial berhubungan dengan:
¨  Adanya proses desakan ruang dalam otak akibat penumpukan cairan
¨   Kelainan sirkulasi serebrospinal
¨  Vasodilatasi pembuluh darah otak akibat asidosis metabolik
Yang ditandai dengan :
Subyektif:
¨  Klien disorientasi orang dan tempat
¨  Klien mengeluh pusing / nyeri kepala
Objektif :
¨  Tekanan darah meningkat
¨  Nadi lambat
¨  Pernafasan dalam dan lambat
¨  Hipertermia
¨  Pupil melebar
¨  Anisokor
¨  Reflek cahaya negative
¨  Nilai GDS < 15
¨  Babinski (+)

Peningkatan  tekanan intrakranial tidak terjadi,dengan kriteria
Hasil :
Subjektif
o    Klien mengatakan nyeri kepala berkurang
o    Tanda tidak terjadi penurunan kesadaran
Objektif :
o    Tanda vital,TD , N, suhu, Respirasi dalam batas normal
o    Pupil isokor
o    Nilai GCS normal
o    Elektrolit dbn

¨  Kaji status neurologis berhubungan dengan tanda-tanda TTIK
¨  Monitor TTV minimal satu jam sampai keadaan stabil
¨  Naikkan posisi kepala dengan sudut 15-45° tanpa bantal (tidak ekstensi dan fleksi)
¨  Monitor intake output setiap 8 jam sekali
¨  Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat anti edema spt : Manitol,        gliserol dan lasix
¨  Monitor suhu dan atur suhu lingkungan sesuai indikasi
¨  Batasi pemakaian selimut, kompres bila suhu meningkat
¨  Berikan O2 sesuai program kebutuhun
¨  Bantu klien untuk membatasi batuk,muntah, dan mengedan saat bab

Untuk menentukan lokasi, luasnya dan perkembangan dari kerusakan serebral



Peningkatan aliran vena dari kepala akan menurunkan TIK







Hipertermi meningkatkan kehilangan air dan meningkatkan dehidrasi, terutama jika tingkat kesadaran menurun. Mualmenurunkan pemasukan melalui oral
Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi serebral
Manuver valsava dapat meningkatkan TIK dan memperbesar resiko terjadinya perdarahan
Merupakan indikasi adanya iritasi meningeal.




No
Tanggal
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasionalisasi





































Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan :
      Perubahan resepsi sensori
      Transmisi
      Integrasi (trauma atau defisit neoruologis)

Kemungkinan dibuktikan oleh :
      Disorientasi terhadap waktu, tempat, orang
      Peruabahan dalam respons terhadap rangsangan
      Inkoordinasi motorik, perubahan dalam postur, ketidakmampuan untuk memberi tahu posisi bagian tubuh (propiosepsi)
      Perubahan pola komunikasi
      Distorsi auditorius dan visual
      Konsentrasi buruk, perubahan proses pikir/berpikir kacau
      Respons emosional berlebihan, perubahan dalam pola perilaku
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x30 menit, tidak ada perubahan persepsi sensori, dengan kriteria:
      Melakukan kembali atau mempertahankan   tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi
      Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residu
      Mendemonstrasikan perubahan perilaku/gaya hidup untuk mengkompensasi atau defisit hasil
Mandiri
      Evaluasi/pantau secara teratur perubahan orientasi, kemampuan berbicara, alam perasaan/efektif, sensorik, dan proses pikir


      Kaji kesadaran sensorik seperti respons sentuhan, panas/dingin, benda tajam/tumpul dan kesadaran terhadap gerakan dan letak tubuh. Perhatikan adanya masalah penglihatan atau sensasi yang lain
      Observasi respons perilaku seperti rasa bermusuhan, menangis, afektif yang tidak sesuai, agitasi, halusinasi




      Catat adanya peruabahan yang spesifik dalam hal kemampuan seperti memusatkan kedua mata dengan mengikuti instruksi verbal yang sederhana dengan jawaban “ya” atau “tidak”, makan sendiri dengan tangan dominan pasien
      Hilangkan suara bising/stimulus yang berlebihan sesuai kebutuhan
      Bicara dengan suara yang lembut dan pelan. Gunakan kalimat yang pendek dan sederhana. Pertahankan kntak mata
      Pastikan/validasi persepsi pasien dan berikan umpan balik. Orientasikan kembali pasien secara teratur pada lingkungan, staf dan tindakan yang akan dilakukan terutama jika penglihatannya  terganggu
      Berikan stimulasi yang bermanfaat; verbal, peciuman, pendengaran, taktil (sentuhan, memegang tangan pasien). Hinari isolasi baik secara fisik atau psikologis
      Berikan lingkungan terstruktur termasuk terapi, aktivitas.



      Buat jadual istirahat yang adekuat/periode tidur tanpa ada gangguan
      Gunakan penerangan siang atau malam hari
      Berikan kesempatan yang lebih banyak untuk berkomunikasi dan melakukan aktivitas
      Berikan keamanan terhadap pasien, seperti memberikan bantalan pengalas, membantu saat berjalan
      Temukan cara lain untuk menanggulangi penurunan persepsi sensorik ini seperti mengatur hidup, membuat catatan pribadi mengenai daerah tubuh yag terkena, makanan yang menguntungkan terhadap penglihatan; menggambarkan bagian tubuh yang terkena trauma
Kolaborasi
      Rujuk ada ahli fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara, dan terapi kognitif

      Fungsi serebral bagian atas biasanya terpengaruh lebih dulu oleh adanya gangguan sirkulasi, oksigenasi. Kerusakan dapat terjadi saat trauma awal atau kadang-kadang berkembang setelahnya akibat dari pembengkakan atau perdarahan
      Informasi penting untuk keamanan pasien. Semua sistem sensorik dapat terpengaruh dengan adanya perubahan yang melibatkan peningkatan  atau penurunan sensitivitas atau kehilangan sensasi/kemampuan untuk menerima dan berespon secara sesuai pada suatu stimulasi
      Respons individu mungkin berubah-ubah namun umumnya seperti emosi yang labil, frustasi, apatis dan muncul tingkah laku impulsif selama proses penyembuhan dari tauma kepala. Pencatatan terhadap tingkah laku memberikan informasi yang diperlukan untuk perkembangan proses rehabilitasi
      Membantu melokalisasi daerah otak yang mengalami gangguan dan mengidentifikasi tanda perkembangan tehadap peningkatan fungsi neurologis




      Menurunkan ansietas, respons emosi yang berlebihan/bingung yang berhubungan dengan sensorik yang berlebihan
      Pasien mungkin mengalami keterbatasan perhatian/pemahaman selama fase akut dan penyembuhan dan tindakan ini dapat membantu pasien untuk memunculkan komunikasi
      Membantu pasien untuk memisahkan pada realitas dari perubahan persepsi. Gangguan fungsi kognitif/penurunan penglihatan dapat menjadi potensi timbulnya disorientasi dan ansietas


      Pilihan masukan sensorik secara cermat bermanfaat untuk menstimulasi pasien koma dengan baik selama melatih kembali fungsi kognitifnya


      Meningkatkan konsistensi dan keyakinan yang dapat menurunkan ansietas yang berhubungan dengan ketidaktahuan pasien tersebut. meningkatkan rasa terhadap kontrol diri atau melatih kognitif kembali
      Mengurangi kelelaha, mencegah kejenuhan, memberikan kesempatan untuk tidur REM.
      Memberikan perasaan normal tentang pola perubahan waktu dan pola tidur/bangun
      Menurunkan frustasi yang berhubungan dengan perubahan kemampuan/pola respons yang memanjang
      Agitasi, gangguan pengambilan keputusan, ganggguan keseimbangan dan penurunan sensorik meningkatkan risiko terjadi trauma pada pasien
      Pasien dapat meningkatkan kemandiriannya, meningkatkan rasa kontrol, karena mempunyai kemampuan untuk kompensasi terhadap penurunan neurologis yang dialaminya






      Pendekatan antar disiplin dapat menciptakan rencana penatalaksanaan terintegrasi yang didasarkan atas kombinasi kemampuan/ketidakmampuan secara individu yang unik dengan berfokus pada peningkatan evaluasi dan fungsi fisik, kognitif, dan keterampilan perseptual

No
Tanggal
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasionalisasi





























Risiko tinggi terhadap penyebaran infeksi  berhubungan dengan statis cairan tubuh, proses inflamasi

Ditandai dengan:

DS:
_

DO:
      Hasil CT scan menyatakan adanya perdarahan intrakranial
      Tanda-tanda vital:
TD:
Nadi:
RR:
Suhu:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 324 jam, risiko infeksi tidak menjadi aktual, dengan kriteria:
      Tidak didapatkan tanda-tanda infeksi
Mandiri
      Pantau tanda-tanda vital secara teratur, catat munculnya tanda-tanda klinis dari proses infeksi
      Pertahankan teknik antiseptik dan cuci tangan. Batasi pengunjung sesuai kebutuhan
      Auskultasi suara napas, pantau kecepatan pernapasan dan usaha pernapasan


Kolaborasi
      Berikan terapi antibootika IV sesuai indikasi

      Timbulnya tanda klinis yang terus menerus merupakan indikasi penyebaran infeksi
      Menurunkan risiko pasien terkena infeksi sekunder

      Adanya ronkhi atau mengi, takipneu, dan peningkatan kerja pernapasan mungkin mencerminkan adanya akumulasi sekret dengan risiko terjadinya infeksi pernapasan

      Obat yang dipilih tergantung pada tipe infeksi dan sensitivitas individu



DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marilyn E. (1999). Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian  perawatan pasien. (Edisi III). Jakarta: EGC.

Hudak, C.M., & Gallo, B.M. (2000). Keperawatan kritis. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S., Bare, B. (2002). Keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC



Trauma Kepala Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

0 comments:

Post a Comment