Saturday, May 23, 2015

PENGKAJIAN FISIK DAN TEST NEURO DIAGNOSTIK


Pemeriksan fisik sehubungan dengan sistem persarafan untuk mendeteksi gangguan fungsi persarafan. Dengan cara inspeksi, palpasi dan perkusi menggunakan refleks hammer.

Pemeriksaan pada sistem persarafan secara menyeluruh meliputi : status mental, komunikasi dan bahasa, pengkajian saraf kranial, respon motorik, respon sensorik dan tanda-tanda vital.
Secara umum dalam pemeriksaan fisik klien gangguan sistem persarafan, dilakukan pemeriksaan :

Status mental :
Masalah persarafan sering berpengaruh pada status mental, kadang-kadang perawat mengalami kesulitan memperoleh riwayat kesehatan yang akurat langsung dari klien. Status mental, termasuk kemampuan berkomunikasi dan berbahasa serta tingkat kesadaran dilakukan dengan pemeriksaan Glasgow Coma Scale (GCS).

Orientasi
Tanyakan tentang tahun, musim, tanggal, hari dan bulan.
Tanyakan “kita ada dimana” seperti : nama rumah sakit yang ia tempati, negara, kota, asal daerah, dan alamat rumah. Berikan point 1 untuk masing-masing jawaban yang benar

Registration (memori)
Perlihatkan 3 benda yang berbeda dan sebutkan nama benda-benda tersebut masing-masing dalam waktu  1 detik. Kemudian suruh orang coba untuk mengulang nama-nama benda yang sudah diperlihatkan. Berikan point 1 untuk masing-masing jawaban benar

Perhatian dan perhitungan
Tanyakan angka mulai angka 100 dengan menghitung mundur. Contoh angka 100 selalu dikurangi 7. berhenti setelah langkah ke 5.
Untuk orang coba yang tidak bisa menghitung dapat menggunakan kata yang dieja. Contoh kata MAKAN, huruf ke 5, ke 4, ke 3 dst.  berikan skor 1 unuk masing-masing jawaban benar

Daya ingat (recall)
Sebutkan tiga benda kemudian suruh Orang coba mengulangi nama benda tersebut. Nilai 1 untuk masing-masing jawaban benar

Bahasa :
Memberikan nama
Tunjukkan benda (pensil dan jam tangan) pada Orang coba, dan tanyakan nama benda tersebut (2 point)

Pengulangan kata
Ucapkan sebuah kalimat kemudian Suruh Orang coba mengulang kalimat tersebut. Contoh ‘saya akan pergi nonton di bioskop’ (skor 1)

Tiga perintah berurutan
Berikan Orang coba selembar kertas yang berisi 3 perintah yang berurutan dan ikuti perintah tersebut seperti contoh. Ambil pensil itu dengan tangan kananmu, lalu pindahkan ke tangan kirimu kemudian letakkan kembali dimeja. (skor tiga)

Membaca
Sediakan kertas yang berisi kalimat perintah contoh.  (tutup matamu). Suruh Orang coba membaca dan melakukan perintah tersebut (skor 1)

Menulis
Suruh Orang coba menulis sebuah kalimat pada kertas kosong (skor 1)

Mengkopi(menyalin)
Gambarlah suatu objek kemudian suruh orang coba meniru gambar tersebut (nilai 1)

Skor maksimun pada test ini adalah 30, sedangkan rata-rata normal dengan nilai 27.

§  Gangguan berbahasa (afasia) :
1.      Afasia motorik, karena lesi di area Broca, klien tidak mampu menyatakan pikiran dengan kata-kata, namun mengerti bahasa verbal dan visual serta  dapat melaksanakan sesuatu sesuai perintah.
2.      Afasia sensorik / perseptif, karena lesi pada area Wernicke, ditandai dengan hilangnya kemampuan untuk mengerti bahasa verbal dan visual tapi memiliki kemampuan secara aktif mengucapkan kata-kata dan menuliskannya. Apa yang diucapkan dan ditulis tidal mempunyai arti apa-apa.
3.      Disatria, gangguan pengucapan kata-kata secara jelas dan tegas karena lesi pada upper motor neuron (UMN) lateral bersifat ringan dan lesi UMN bilateral bersifat berat.

§  Tingkat kesadaran :
1.      Alert : Composmentis / kesadaran penuh
§  Pasien berespon secara tepat terhadap stimulus minimal, tanpa stimuli individu terjaga dan sadar terhadap diri dan lingkungan.

2.      Lethargic : Kesadaran
§  Klien seperti tertidur jika tidak di stimuli, tampak seperti enggan bicara.
§  Dengan sentuhan ringan, verbal, stimulus minimal, mungkin klien dapat berespon dengan cepat.
§  Dengan pertanyaan kompleks akan tampak bingung. 

3.      Obtuned
§  Klien memerlukan rangsangan yang lebih besar agar dapat memberikan respon misalnya rangsangan sakit, respon verbal dan kalimat membingungkan.

4.      Stuporus
§  Klien dengan rangsang kuat tidak akan memberikan rangsang verbal.
§  Pergerakan tidak berarti berhubungan dengan stimulus.
5.      Koma
§  Tidak dapat memberikan respon walaupun dengan stimulus maksimal, tanda vital mungkin tidak stabil.

§  Glasgow Coma Scale (GCS) :
Didasarkan pada respon dari membuka mata (eye open = E), respon motorik (motorik response = M), dan respon verbal (verbal response = V).
Dimana masing-masing mempunyai “scoring” tertentu mulai dari yang paling baik (normal) sampai yang paling jelek. Jumlah “total scoring” paling jelek adalah 3 (tiga) sedangkan paling baik (normal) adalah 15. 

       Score : 3 – 4 : vegetatif, hanya organ otonom yang bekerja
                           < 7    : koma
                          > 11   : moderate disability
15          : composmentis

Adapun scoring tersebut adalah :

RESPON
SCORING
1.      Membuka Mata = Eye open (E)
§  Spontan membuka mata
§  Terhadap suara membuka mata
§  Terhadap nyeri membuka mata
§  Tidak ada respon

4
3
2
1
2.      Motorik = Motoric response (M)
§  Menurut perintah
§  Dapat melokalisir rangsangan sensorik di kulit (raba)
§  Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak
§  Menjauhi rangsangan nyeri (fleksi abnormal)/postur dekortikasi
§  Ekstensi abnormal/postur deserebrasi
§  Tidak ada respon

6
5
4
3
2
1
3.      Verbal = Verbal response (V)
§  Berorientasi baik
§  Bingung
§  Kata-kata respon tidak tepat
§  Respon suara tidak bermakna
§  Tidak ada respon

5
4
3
2
1


Saraf kranial :
1.      Test nervus I (Olfactory)
§  Fungsi penciuman
§  Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien mencium benda yang baunya mudah dikenal seperti sabun, tembakau, kopi dan sebagainya.
§  Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.

2.      Test nervus II ( Optikus)
§  Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang
§  Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di koran, ulangi untuk satunya.
§  Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien memandang hidung pemeriksa yang memegang pena warna cerah, gerakkan perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien langsung memberitahu klien melihat benda tersebut, ulangi mata kedua.

3.      Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)
§  Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
§  Test N III (respon pupil terhadap cahaya), menyorotkan senter kedalam tiap pupil mulai menyinari dari arah belakang dari sisi klien dan sinari satu mata (jangan keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena sinar.
§  Test N IV, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih 60 cm sejajar mid line mata, gerakkan obyek kearah kanan. Observasi adanya deviasi bola mata, diplopia, nistagmus.
§  Test N VI, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan tanpa menengok.

4.      Test nervus V (Trigeminus)
§  Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak mata atas dan bawah.
Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.
Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral.
Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula dengan mata klien tertutup. Perhatikan apakah klien merasakan adanya sentuhan.
§  Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa melakukan palpasi pada otot temporal dan masseter.
5.      Test nervus VII (Facialis)
§  Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap asam, manis, asin pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa dengan kapas/teteskan, klien tidak boleh menarik masuk lidahnya karena akan merangsang pula sisi yang sehat.
§  Otonom, lakrimasi dan salivasi
§  Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien untuk : tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata sementara pemeriksa berusaha membukanya

6.      Test nervus VIII (Acustikus)
§  Fungsi sensoris :
§  Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien, pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan jari bergantian kanan-kiri.
§  Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan lurus, apakah dapat melakukan atau tidak.

7.      Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
§  N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi bagian ini sulit di test demikian pula dengan M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N IX mempersarafi M. Salivarius inferior.
§  N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula, palatum lunak, sensasi pharynx, tonsil dan palatum lunak.
§  Test : inspeksi gerakan ovula (saat klien menguapkan “ah”) apakah simetris dan tertarik keatas.
§  Refleks menelan : dengan cara menekan posterior dinding pharynx dengan tong spatel, akan terlihat klien seperti menelan.

8.      Test nervus XI (Accessorius)
§  Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian palpasi kekuatannya.
§  Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha menahan ---- test otot trapezius.
9.      Nervus XII (Hypoglosus)
§  Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
§  Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
§  Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat dan minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.

Fungsi sensorik :
Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara pemeriksaan sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali. Oleh sebab itu sebaiknya dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada kesempatan yang lain (tetapi ada yang menganjurkan dilakukan pada permulaan pemeriksaan karena pasien belum lelah dan masih bisa konsentrasi dengan baik).
Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai perasaan geli (tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning), rasa dingin (coldness) atau perasaan-perasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak jarang keluhan motorik (kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia, cramp dan sebagainya) disajikan oleh klien sebagai keluhan sensorik. Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik meliputi:

1.  Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
2.      Kapas untuk rasa raba.
3.      Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4.      Garpu tala, untuk rasa getar.
5.      Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :
§  Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.
§  Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya), untuk pemeriksaan stereognosis
§  Pen / pensil, untuk graphesthesia.

Sistem Motorik :
Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks cerebri, impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang traktus pyramidal medulla spinalis dan bersinaps dengan lower motor neuron.
Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan kekuatan.
1.      Massa otot : hypertropi, normal dan atropi
2.      Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada berbagai persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara berganti-ganti dan berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga yang agak menahan pergerakan pasif sehingga tenaga itu mencerminkan tonus otot.
Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot disebut kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah, melainkan tetap sama. Pada tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu kondisi dimana kekuatan otot tidak tetap tapi bergelombang dalam melakukan fleksi dan ekstensi extremitas klien.
Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk menguji tahanan terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan sendi pergelangan tangan.
Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus.
3.      Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara aktif menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji biasanya dapat dilihat dan diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)
0       =       tidak ada kontraksi sama sekali.
1       =       gerakan kontraksi.
2       =       kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat            kalau      melawan tahanan atau gravitasi.
3       =       cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4       =       cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5       =       kekuatan kontraksi yang penuh.


Aktifitas refleks :
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan refleks hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :
            0          =          tidak ada respon
            1          =          hypoactive / penurunan respon, kelemahan ( + )
            2          =          normal ( ++ )
            3          =          lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap    
                                    abnormal ( +++ )
            4          =          hyperaktif, dengan klonus ( ++++)

Refleks-refleks yang diperiksa adalah :
1.      Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang lebih 300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi dari lutut.
2.      Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 90, supinasi dan lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
3.      Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900  ,tendon triceps diketok dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon).
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.
4.      Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
5.      Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang digores.
6.      Refleks Babinski


Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari kaki.

PENGKAJIAN FISIK DAN TEST NEURO DIAGNOSTIK Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

0 comments:

Post a Comment