TRAUMA KEPALA
A.
DEFINISI
1. Trauma kepala adalah kejadian traumatik
yang mengenai otak yang dapat menyebabkan perubahan fisik, intelektual, emosi,
sosial dan vokasional (Black & Matassarin 1997).
2. Trauma kepala meliputi trauma kulit kepala
, tengkorak dan otak, sangat sering terjadi dan merupakan penyakit neorologik
dan merupakan proporsi epidemik sebagai hasil kecelakaan jalan raya. (Smeltzer
& Bare, 2002).
3. Trauma kepala adalah suatu bentuk trauma
yang dapat merubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan aktifitas
fisik, intelektual, emosional, sosial, dan pekerjaan atau suatu gangguan
traumatik yang dapat menimbulkan perubahan fungsi otak (Black. M, 1997 dalam
kumpulan materi kuliah FIK UI 2004).
4. Trauma kepala merupakan kerusakan
neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara
langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (Price & Wilson,
1995).
B.
ETIOLOGI
1. Kecelakaan lalu lintas dan industri
2. Jatuh
3. Perkelahian
4. Cedera saat olah raga.
5. Oleh benda/ serpihan tulang yang menembus
jaringan otak.
6. Cedera kepala terbuka sering oleh peluru
atau pisau.
C.
MEKANISME TERJADINYA TRAUMA
Mekanisme trauma memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofisiologis dari trauma kepala:
- Trauma percepatan (akselerasi)
terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam,
seperti trauma akibat pukulan benda tumpul atau karena kena lemparan benda
tumpul.
- Trauma perlambatan (deselerasi)
adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak,
seperti badan mobil atau tanah.
- Akselerasi dan deselerasi
Terjadi ketika benda yang bergerak menghantam benda yang diam dan kemudian
kepala menghantam banda yang diam (otak bergeser dalam tengkorak, injuri otak terjadi peda sisi yang
terbentur dan pada sisi yang berlawanan.
- Deformasi
Deformasi adalah
injury yang dihasilkan oleh suatu kekuatan yang menyebabkan terjadinya
perubahan bentuk dan kerusakan dari bagian tubuh. Menyebabkan deformitas dan
mengganggu integritas akibat adanya bagian kepala yang patah.. Misanya fraktur
tulang tengkorak yang dapat merobek jaringan otak dan rusaknya struktur otak
lain seperti pembuluh darah dan saraf
terjadi hematom dan mengakibatkan kerusakan otak yang luas.
D.
KLASIFIKASI
1. Berdasarkan keadaan pasca trauma:
a. Cedera kepala tertutup.
Merupakan hasil dari trauma aselerasi/deselerasi. Trauma ini melibatkan
struktur dalam kepala seperti substansi otak, CSF dan pembuluh darah.Selama
proses aselerasi/deselerasi akan menimbulkan kerusakan di beberapa tempat.
Saat terjadi benturan otak bergerak,hal ini dapat menyebabkan adanya luka
pada jaringan otak,kerusakan pembuluh darah dan syaraf dan memungkinkan
terjadinya perputaran otak.
Cedera kepala tertutup ini biasanya menyebabkan :
1) Comosio Cerebri (gegar otak) biasa disebut
cedera kepala ringan
Adalah suatu kerusakan sementara fungsi neorologi yang disebabkan oleh karena benturan kepala. umumnya meliputi sebuah periode tidak
sadarkan diri dalam waktu yang berakhir selama beberapa detik sampai beberapa
menit, getaran otak sedikit saja hanya akan menimbulkan pusing/berkunang-kunang
atau juga dapat kehilangan kesadaran komplet sewaktu gejala. Biasanya tidak
merusak struktur tapi menyebabkan hilangnya kesadaran setelah cedera. Dapat
timbul lesu, nausea, dan muntah. Tetapi biasanya dapat kembali pada fungsi yang
normal. Setelah comosio biasanya akan timbul gejala berupa sakit kepala,
pusing, ketidak mampuan berkontraksi beberapa minggu sesudah kejadian, gangguan
memori sementara, pasif, dan peka. Jika terjadi kecelakaan, kesadaran mungkin
hanya beberapa detik/menit. Setelahnya pasien mungkin mengalami disorientasi
dalam waktu yang relatif singkat. Amnesia retrograde (pada beberapa orang). Pingsan
kurang dari 10 menit-20 menit
Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali,
tanpa kerusakan otak permanen, tidak ada gejala sisa.
2) Contosio Cerebri (memar otak).
Benturan dapat menyebabkan kerusakan struktur dari permukaan otak yang mengakibatkan
perdarahan dan kematian jaringan dengan atau tanpa edema. Contosio dapat berupa
coup injuri (massa relative diam) dan coup injuri (Kepala dalam kondisi bebas
bergerak).
Merupakan cedera kepala berat, dimana otak mengalami memar, dengan
kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada keadaaan tidak sadarkan
diri.
Gejala muncul lebih khas :
Pasien terbaring, kehilangan gerakan, denyut nadi lemah, pernafasan
dangkal, kulit dingin dan pucat, defekasi dan berkemih tidak disadari, tekanan
darah dan suhu tidak normal Gangguan kesadaran lebih lama. Perdarahan kecil lokal/difus ---- gangguan
lokal --- perdarahan.Kelainan neurologik positip, reflek patologik positip,
lumpuh, konvulsi, gejala TIK meningkat, amnesia retrograd lebih nyata.
b. Cedera
kepala terbuka.
Keadaan ini terjadi jika kepala berbenturan dengan benda tajam seperti
pisau, peluru sehingga luka menghubungkan antara udara luar dengan isi rongga
kepala. Kerusakan yang terjadi tergantung pada kecepatan objek yang menembus
tulang tengkorak dan lokasi otak yang terkena objek.
Jika kecepatan objek tinggi maka akan menghasilkan tenaga perusak yang
besar dan akan berakibat pada kerusakan jaringan syaraf, pembuluh darah yang
luas.
2. Berdasarkan derajat kesadaran
a. Cedera kepala ringan.(55%)
1) GCS : 13-15
2)
Kehilangan
kesadaran kurang dari atau sama dengan 30 menit atau kurang dari sama dengan 2
jam.
3) Tidak ada fraktur tengkorak, contosio/hematom.
4) Pusing £ 10 menit, tidak ada deficit neurology
5) Gambaran scaning otak normal
b. Cedera
kepala sedang.(24%)
1) GCS : 9-12.
2) Kehilangan kesadran/ Pingsan . > 10
menit sampai 30 menit (bahkan bisa 24 jam atau antara 2-6 jam
3) Dapat mengalami fraktur tengkorak,
disorientasi ringan (bingung)
4) Terdapat deficit neurology
5)
Gambaran
scanning otak abnormal
c. Cedera
kepala barat.(21%)
1)
GCS: 3-8
2)
Kehilanggan kesadaran Pingsan > 6 jam sampai lebih dari 24 jam
3) Contosio
cerebri, laserasi/adanya hematom/edema serebral
4) Defisit neurology terjadi
5) Gambaran scaning otak abnormal
E.
PERDARAHAN INTRA KRANIAL
PADA TRAUMA KEPALA
1.
Hematom Epidural
Adalah
suatu akumulasi/pengumpulan darah atau bertambahnya perdarahan yang menuju
keruang antara tulang tengkorak bagian dalam dan meningen paling luar
(durameter). Terjadi karena laserasi atau pecahnya pembuluh darah / cabang –
cabang dari arteri meningeal tengah/media atau meningeal bagian frontal. Lokasi
yang paling sering yaitu dilobus temporalis dan parietalis.
Gejala – gejalanya :
a. Hilangnya
kesadaran ringan diikuti periode leuid (pikiran jernih) tingkat kesadaran cepat
menurun menuju bingung dan koma, deserebrasi, pupil
an isokor, reflek patologik positip.
b.
Dapat
terjadi dalam beberapa jam sampai 1 – 2 hari.
c. Jika tidak ditangani akan menyebabkan
kematian. ).
d. Nyeri kepala sampai hebat
e. Muntah
f. Hemiparese
g. Pernapasan cepat dalam kemudian dangkal (
reguler )
h.
Penurunan nadi
i.
Peningkatan suhu
2.
Hematoma Subdural
Adalah akumulasi/perdarahn
arteri/vena antara durameter dan arakhnoid yang menutup otak. Penyebabnya
biasanya robekan pembuluh darah vena yang ditemukan diarea ini
Hematom ini terbagi menjadi :
a.
Akut :
1) Menunjukkan gejala dalam 24-48 jam setelah
cedera
2) Tanda klinis : TD meningkat dengan
frekuensi nadi lambat dan pernafasan cepat
sesuai dengan peningkatan hematoma yang cepat sakit kepala, mengantuk, bingung, agitasi, dilatasi dan
fiksasai pupil ipsi lateral/Udem pupil, menarik diri, berfikir lambat
b. Sub
Akut :
1) Mempunyaia gejala klinis dari 2 hari- 2
minggu setelah cedera
2) Awitan gejala klinis lebih rendah dan lebih
tidak berbahaya dari pada yang akut
c. Kronis:
1)
Terjadi
2 minggu sampai dengan 3-4 bulan setelah cedera awal, hemoragi awal mungkin
sangat kecil
2)
Dalam
satu minggu atau lebih dari hemoragi, bekuan membentuk membrane mukosa yang
berbentuk kapsul
3) Gejala umum meliputi sakit kepala,
letargi, kacau mental, kejang, kadang-kadang disfagia
3.
Hematom Intrakranial :
a.
Perdarahan intraserebral ± 25 cc
atau lebih.
b.
Selalu diikuti oleh kontosio.
c.
Penyebab : Fraktur depresi tulang tengkorak, cidera penetrasi peluru,
getaran atau gerakan akselerasi - deselerasi mendadak/tiba-tiba.
d.
Herniasi merupakan ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema lokal.
4.
Hematom
Intraserebral
Adalah berupa perdarahan
di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler dan
vena/perdarahan kedalam substansi otak yang diakibatkan oleh hipertansi
sistemik yang menyebabkan degenerasi dan rupture pembuluh darah, rupture
kantung anaerisma, anomaly vaskuler, tumor intracranial, serta penyebab sitemik
termasuk gangguan perdarahan ( sperti leukemia, hemofilia, anemia aplastik,
trombositopenia dan komplikasi terapi anti koagulan). Biasanya terjadi akibat cidera langsung, sering
terjadi pada lobus frontal dan temporal.
Gejala – gejalanya :
a. Nyeri kepala
b. Penurunan kesadaran
c. Komplikasi pernapasan
d. Hemiplegi kontra lateral
e. Dilatasi pupil
f. Perubahan
tanda – tanda vital
5.
Hematom Subarakhnoid.
Adalah perdarahan yang terjadi pada ruang arakhnoid yaitu antara
lapisan arakhnoid dengan piameter. Sering kali terjadi karena adanya robekan vena dan
bersifat kronik. Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya
pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang
hebat.
Gejala – gejalanya :
a.
Nyeri
kepala
b.
Penurunan
kesadaran
c.
Hemiparese
d.
Dilatasi
pupil ipsilateral
e.
Kaku
kuduk.
F.
MANIFESTASI KLINIS
1.
Cedera kepala ringan-sedang
a.
Disorientasi ringan
b.
Amnesia post partum
c.
Hilang memori sesaat
d.
Sakit kepala
e.
Mual dan Muntah
f.
Vertigo dan perubahan posisi
g.
Gangguan pendengaran
Tanda yang potensial berkembang :
-
Penurunan kesadaran
-
Perubahan pupil
-
Mual makin hebat
-
Sakit kepala semakin hebat
-
Gangguan pada beberapa saraf cranial
-
Tanda-tanda meningitis
-
Apasia
-
Kelemahan motorik
2.
Cedera kepala sedang-berat
a.
Tidak sadar dalam waktu lama
b.
Fleksi dan ekstensi abnormal
c.
Edema otak
d.
Tanda herniasi
e.
Hemiparese
f.
Gangguan akibat saraf cranial
g.
Kejang
G.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. CT scan (tanpa/dengan kontras)
Mengidentifikasi adanya SOL, hemoragik, menetukan
ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak, adanya nyeri kepala, mual,
muntah, kejang, penurunan kesadaran. Pemeriksaan berulang mungkin diperlukan
karena pada iskemia/infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca
trauma.
2. MRI.
Mengidentifikasi patologi otak atau perfusi jaringan otak, misalnya daerah
yang mengalami infark, hemoragik. Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3. Angiografi
cerebral.
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran caiaran otak
akibat edema, perdarahan, dan trauma.
4. EEG
Memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis
5.
Sinar X-Ray
Mendeteksi adanya perubahan struktur
tulang tengkorak (fraktur), pergeseran srtuktur dari garis tengah (kerena
perdarahan, edema), adanya fragmen tulang.
6.
BAER (Brain Auditori Evoked Respon)
Menentukan cortek dan batang
otak/otak kecil
7.
PET (Positron Emission Tomografi)
Menunjukkan perubhan aktivitas metabolisme pada otak
8.
Punksi lumbal
Dapat menduga kemungkin adanya perdarahan sub araknoid, dan menganalisa
cairan otak.
9.
GDA
Mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenisasi yang akan dapat
meningkatkan TIK.
10.
Kimia/elektrolit darah
Mengetahui ketidakseimbangan cairan/ elektrolit yang berperan dalam
meningkatkan TIK / perubahan mental.
11.
Perubahan/Screen toksikologi
Untuk mendeteksi obat yang
memungkinkan menimbulkan terhadap penurunan
kesadaran.
12.
Kadar anti konfulsan darah
Mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.
13.
ABGs:
Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan
tekanan intrakranial
Laboratorium
- AGD untuk mengetahui adanya masalah ventilasi
perfusi atau oksigenasi yang dapat meningkatkan TIK
- Kimia Darah untuk melihat keseimbangan cairan
dan elektrolit yang berperan dalam peningkatan TIK dan perubahan status
mental
- Pemeriksaan Toksikologi untuk mendeteksi obat
yang mungkin menimbulkan penurunan kesadaran
- Kadar anti konvulsan darah untuk mengetahui
keefektifan terapi untuk mengatasi kejang
H.
PENATALAKSANAAN
1. Jika terdapat luka pada kulit kepala,
diusahakan ditutup, dan kontrol perdarahan yang terjadi.
2. Luka pada kulit kepala yang tidak diatas
fraktur, segera dianastesi local, dibersihkan dan dijahit.
3. Pada depresi tengkorak dilakukan
pembedahan untuk menata kembali fragmen tulang dalan lapisan durameter yang
robek.
4.
Pembedahan :
a.
Kraniotomy, membuka tengkorang untuk mwngangkat bekuan
darah atau tumor, menghentikannperdarahan intra cranial, memperbaiki jaringan
otak, atau pembuluh darah yang rusak.
b.
Kraniaektomy, mengangkat bagian tulang tengkorak.
c.
Kranioplasty, memperbaiki tulang tengkorak dengan
logam, lempeng plastic, untuk menutup area yang terbuka dan memperkuat area
kerudakan tulang.
5.
Pembedahan. Trepanasi à melakukan evakuasi terhadap perdarahan yang timbul
dan menghentikan perdarahan.
6.
Konservatif: Memperbaiki keadaan umum, pemberian
vasodilator, mengurangi edema cerebri.
a.
Bedrest total
b.
Pemberian obat-obatan
c.
Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
7.
Pengobatan.
a.
Anti
Seuzure ( serangan tiba-tiba), seperti phenitoin
b.
Antagonis,
histamine untuk mengurangi resiko stress ulcer.
c. Analgetik : acenaminoven, kodein
d. Diuretic untuk menurunkan TIK
e. Antibiotika yang mengandung
barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi anaerob diberikan
metronidasol
f. Dexamethason/kalmethason
sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringanya
trauma.
g. Terapi hiperventilasi (trauma
kepala berat), untuk mengurnagi vasodilatasi.
h. Pengobatan anti edema dnegan
larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
i.
Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat
diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan
lunak. Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita
mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan
elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan.
Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam
ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui
nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP). Pemberian protein tergantung nilai ure
nitrogennya.
8. Pasien dalam keadaan sadar (GCS 15) dengan:
a. Simple head injury bila tanpa deficit
neurology
1) Dilakukan rawat luka
2) Pemeriksaan radiology
3) Pasien dipulangkan dan keluarga diminta
untuk observasi bila terjadi penurunan kesadran segera bawa ke rumah sakit
b. Kesadaran
Terganggu Sesaat
1) Pasien mengalami penurunan kesadaran
sesaat setelah trauma dan saat diperiksa sudah sadar kembali
2) Lakukan foto kepala dan perawatan luka
3) Pulangkan dan bila kesadaran menurun di
rumah, segera bawa ke rumah sakit
9. Pasien Dengan Penurunan Kesadaran
a. CKR (GCS 13-15)
Perubahan orientasi tanpa disertai deficit fokal cerebral:
1) Lakukan pemeriksaan fisik, perawatan luka,
foto kepala, istirahat baring dengan mobilisasi bertahap sesuai dengan kondisi
pasien disertai terapi simptomatis
2) Observasi minimal 24 jam di rumah sakit
untuk menilai kemungkinan hematom intracranial seperti sakit kepala, muntah,
kesadaran menurun, gejala lateralisasi (pupil anisolor, refleks patologis
positif)
3) Jika dicurigai adanya hematom, lakukan
scaning otak
b. CKS (GCS 9-12)
Pada kondisi ini, pasien dapat mengalami gangguan kardiopulmoner, urutan
tindakan sebagai berikut:
1) Periksa dan atasi gangguan nafas (ABC)
2) Lakukan pemeriksaan kesadaran, pupil,
tanda fokal cerebral dan cedera organ
3) Foto kepala dan bila perlu bagian tubuh
lainnya
4) Scaning otak bila dicurigai hematoma
intracranial
5)
Observasi
TTV, kesadaran, pupil dan deficit fokal cerebral lainnya
c. CKB ( GCS 3-8)
1) Biasanya disertai cidera multiple
2) Bila dicurigai fraktur cervical pasang
kolarneck
3) Bila ada luka terbuka dan ada perdarahan
dihentikan dengan balut tegas untuk pertolongan pertama
4) Observasi kelainan cerebral dan kelainan
sistemik
5) Hipokapnia, hipotensi, dan hiperkapnia
akibat gangguan cardiopulmonal
I.
PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Memaksimalkan perfusi atau fungsi cerebral
2. Mencegah, meminimalkan komplikasi
3. Mengoptimalkan fungsi otak/mengembalikan
pada keadaan sebelum trauma
4. Menyokong proses koping dan pemulihan
keluarga
5. Memberikan informasi mengenai
proses/prognosis penyakit, rencana tindakan, dan sumberdaya yang ada
J.
MASALAH KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d
penghentian aliran darah oleh sol (hemoragi, hematom); edema cerebral (respon
umum atau local) cedera, perubahan metabolic, takar layak obat/alkohol;
penurunan tekanan darah sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung).
2. Risti takefektifnya pola nafas b.d
kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak), Kerusakan persepai
atau kognitif, Obstruksi trakeobronkial.
3. Resiko/aktual
peningkatan intrakranial berhubungan dengan adanya proses desakan ruang dalam
otak akibat penumpukan cairan, kelainan sirkulasi serebrospinal, vasodilatasi
pembuluh darah otak akibat asidosis metabolik.
4. Perubahan persepsi sensori b.d perubahan
resepsi sensorik, transmisi dan/atau integrasi (trauma atau defisit neurologis).
5. Risiko
tinggi terhadap penyebaran infeksi
berhubungan dengan statis cairan tubuh, proses inflamasi
K.
Rencana Asuhan Keperawatan
RENCANA
ASUHAN KEPERAWATAN
No
|
Tanggal
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
Perubahan perfusi jaringan serebral berhbungan dengan:
□ Penghentian aliran
darah oleh SOL (hemoragi, hematoma)
□ Edema serebral (respons
lokal atau umum pada cedera, perubahan metabolik, takar lajak obat/alkohol)
□ Penurunan TD
sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
Kemungkinan dibuktikan
oleh:
□
Perubahan
tingkat kesadaran; kehilangan memori
□
Perubahan
respons motorik/sensori
□
Gelisah
□
Perubahan tanda
vital
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x30 menit perfusi serebral adekuat, dengan kriteria:
□
Mempertahankan
tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi motorik/sensori
□
Mendemonstrasikan
tanda vital stabil
□ Tidak ada tanda-tanda
peningkatan TIK
|
Mandiri
□
Tentukan
faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu atau yang menyebabkan
koma/penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK
□ Pantau/catat status
neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar (misalnya skala
koma Glascow
□
Evaluasi
kemampuan membuka mata
□
Kaji respon
verbal
□ Kaji respon motorik terhadap perintah yang
sederhana, gerakan yang bertujuan (patuh terhadap perintah, berusaha untuk
menghilangkan rangsangan nyeri yang diberikan) dan gerakan yang tidak
bertujuan (kelainan postur tubuh). Catat gerakan anggota tubuh dan catat sisi kiri
dan kanan secara terpisah
□
Pantau TD
(hipertensi sistolik dan tekanan nadi yang semakin berat)
□
Pantau
frekuensi jantung, catat adanya brakardia, takikardia, dan bentuk disritmia
lainnya
□
Pantau
pernafasan meliputi pola dan iramanya seperti adanya periode apnea setelah
hiperventilasi yang disebut pernapasan Cheyne-Stokes
□ Evaluasi keadaan pupil,
catat ukuran, ketajaman, kesamaan antara kiri dan kanan, dan reaksinya
terhadap cahaya
□
Kaji perubahan
pada penglihatan, seperti adanya penglihatan kabur, ganda, lapang pandang
menyempit dan kedalaman persepsi
□
Kaji
letak/gerakan mata, catat apakah pada posisi tengah atau ada deviasi pada
salah satu sisi atau kebawah. Catat pula hilangnya refleks “doll`s eye”
(refleks okulosefalik)
□
Catat
ada/tidaknya refleks-refleks tertentu seperti refleks menelan, batuk dan
babinski
□ Pantau suhu dan atur
suhu lingkungan sesuai indikasi. Batasi penggunaan selimut; berikan kompres
hangat saat demam timbul. Tutup ekstremitas dalam selimut jika menggunakan
selimut hipotermi (selimut dingin)
□
Pantau pemasukan dan pegeluaran. Ukur berat badan
sesuai dengan indikasi. Catat turgor
kulit dan keadaan membran mukosa
□
Pertahankan
kepala/leher pada posisi tengah atau pada posisi netral, sokong dengan
gulungan handuk kecil atau bantal kecil. Hindari pemakaian bantal besar pada
kepala
□
Berikan waktu
istirahat diantara aktivitas keperawatan yang dilakukan dan batasi waktu dari
setiap prosedur tersebut
□
Turunkan
stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti masase punggung,
lingkungan yang tenang
□
Bantu pasien
untuk menghindari/membatasi batuk, muntah, pengeluaran feses yang
dipaksakan/mengejan jika mungkin
□
Hindari/batasi
penggunaan restrein
□
Perhatikan
adanya gelisah yang meningkat, peningkatan keluhan, dan tingkah laku yang
tidak sesuai
□
Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih,
pertahankan kepatenan drainase urine jika digunakan. Pantau kemungkinan adanya konstipasi
□
Observasi
adanya aktivitas kejang dan lindungi pasien dari cedera
□ Kaji adanya peningkatan
rigiditas, regangan, meningkatnya kegelisahan, peka rangsang, serangan kejang
Kolaborasi
□
Tinggikan
kepala pasien 15-45 derajat sesuai indikasi
□
Batasi pemberian cairan sesuai indikasi. Berikan cairan melalui IV dengan alat kontrol
□
Berikan oksigen
tambahan sesuai indikasi
Mandiri
□
Pantau
GDA/tekanan oksimetri
□
Berikan obat
diuretik, contoh manitol (Osmitrol); furosemid (Lasix)
□
Berikan
steroid, contoh deksametason (Decadron); metil-prednisolon (Medrol)
□ Berikan antikonvulsan,
contoh fenitoin (Dilantin)
□
Klorpromasin
(Thorazine)
□
Analgetik
sedang, seperti kodein
□
Berikan
sedatif, contoh difenhidramine (Benadryl)
□
Berikam
antipiretik, contoh asetaminofen (Tylenol)
□
Persiapan untuk
pembedahan jika diperlukan
|
□
Menentukan
pilihan intervensi. Penurunan tanda/gejala neurologis atau kegagalan dalam
pemulihannya setelah serangan awal mungkin menunjukkan bahwa pasien itu perlu
dipindahkan ke perawatan intensif untuk memantau tekanan TIK dan/atau
pembedahan
□
Mengkaji adanya
kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensi peningkatan TIK dan
bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP
□
Menentukan
tingkat kesadaran
□
Mengukur
kesesuaian dalam berbicara dan menunjukkan tingkat kesadaran. Jika kerusakan
yang terjadi sangat kecil pada korteks serebral, pasien mungkin akan bereaksi
dengan baik terhadap rangsangan verbal yang diberikan tetapi mungkin juga
memperlihatkan seperti ngantuk berat atau tidak kooperatif. Kerusakan yang
lebih luas pada korteks serebral mungkin akan berespon lambat pada perintah
atau tetap tertidur ketika tidak ada perintah, mengalami disorientasi dan
stupor. Kerusakan pada batang otak, pons dan medulla ditandai dengan adanya
respons yang tidak sesuai terhadap rangsangan
□
Mengukur
kesadaran secara keseluruhan dan kemampuan untuk berespon pada rangsangan
eksternal dan merupakan petunjuk keadaan kesadaran terbaik pada pasien yang
matanya tertutup sebagai akibat dari trauma atau pasien yang afasia.
□
Normalnya,
autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan pada saat ada
fluktuasi tekanan darah sistemik. Kehilangan autoregulasi dapat mengikuti
kerusakan vaskularisasi serebral lokal atau menyebar.
□
Perubahan pada
ritme (paling sering bradikardia) dan disritmia dapat timbul yang
mencerminkan adanya depresi/trauma
pada batang otak pada pasien yang tidak mempunyai kelainan jantung sebelumnya
□
Napas yang
tidak teratur dapat menunjukkan lokasi adanya gangguan serebral /peningkatan
TIK dan memerlukan intervensi yang lebih lanjut termasuk kemungkinan dukungan
napas buatan
□
Reaksi pupil
diatur oleh saraf kranial okulomotor (III) dan berguna untuk menentukan
apakah batang masih baik.
□
Gangguan
penglihatan, yang dapat diakibatkan oleh kerusakan mikroskopik pada otak,
mempunyai konsekuensi terhadap keamanan dan juga akan mempengaruhi pilihan
intervensi
□ Posisi dan gerakan mata
membantu menemukan lokasi area otak yang terlibat. Tanda awal ari peningkatan
TIK adalah kegagalan dalam abduksi pada mata, mengindikasikan
penekanan/trauma pada saraf kranial V. Hilangnya doll’s eye mengindikasikan
adanya penurunan pada fungsi batang otak dan prognosisinya jelek
□ Penurunan refleks
menandakan adanya kerusakan pada tingkat otak tengah atau batang otak dan
sangat berpengaruh langsung terhadap keamanan pasien.
□ Demam dapat
mencerminkan kerusakan pada hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme
dan konsumsi oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil) yang
selanjutnya dapat menyebabkan peningkatan TIK
□ Bermanfaat sebagai
indikator dari cairan total tubuh yang terintegrasi dengan perfusi jaringan.
Iskemia/trauma serebral dapat mengakibatkan diabetes insipidus atau SIADH.
Gangguan ini dapat mengarahkan pada masalah hiotermia atau pelebaran pembuluh
darah yang pada akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap tekanan serebral
□ Kepala yang miring pada
salah atu sisi menekan vena jugularis an menghambat aliran darah vena, yang
selanjutnya akan meningkatkan TIK
□ Aktivitas yang
dilakukan terus menerus dapat meningkatkan
TIK dengan menimbulkan efek stimulasi kumulatif
□ Memberikan efek
ketenangan, menurunkan reaksi fisiologiss tubuh dan meningkatkan istirahat
untuk mempertahankan atau menurunkan TIK
□ Aktivitas ini akan
meningkatkan tekanan intratoraks dan intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK
□ Restrein mekanik dapat
menambah respons melawan yang akan meningkatkan TIK
□
Petunjuk nonverbal ini mengindikasikan adanya
peningkatan TIK atau menandakan adanya nyeri ketika pasien tidak dapat
mengungkapkan keluhan secara verbal. Nyeri
yang tidak hilang dapat menjadi pemicu munculnya TIK
□
Dapat menjadi
pemicu respon otonom yang berpotensi untuk meningkatkan TIK
□
Kejang dapat
terjadi sebagai akibat dari iritasi serebral, hipoksia, atau peningkatan TIK
dan kejang dapat meningkatkan TIK lebih lanjut yang meningkatkan kerusakan
jaringan serebral
□
Merupakan
indikasi dan iritasi meningeal yang dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan
pada duramater atau perkembangan infeksi selama periode akut atau penyembuhan
dari trauma kepala
□
Meningkatkan
aliran balik vena dari kepala, sehingga akan mengurangi kongesti dan eema
atau resiko terjadinya peningkatan TIK
□
Pembatasan
cairan mungkin diperlukan untuk menurunkan edema serebral; meminimalkan
fluktuasi aliran vaskuler, tekanan darah dan TIK
□ Menurunkan hipoksemia,
yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral yang
menigkatkan TIK
□ Menentukan kecukupan
pernapasan (kemunculan dari hipoksia/asidosis) dan mengindikasikan kebutuhan
akan terapi
□ Diuretik dapat
digunakan pada fase akut untuk menurunkan air dari sel otak, menurunkan edema
otak dan TIK
□
Menurunkan
inflamasi, yang selanjutnya menurunkan edema jaringan
□ Obat pilihan untuk
mengatasi dan mencegah terjadinya aktivitas kejang
□
Bermanfaat dalam mengatasi adanya kelainan bentuk tubuh
dan menggigil yang mana dapat meningkatkan TIK. Catatan: obat ini dapat menurunkan ambang kejang
atau sebagai presipitasi toksisitas terhadap Dilantin
□
Dapat
diindikasikan untuk menghilangkan nyeri dan dapat berakibat negatif pada TIK
tetapi harus digunakan dengan hati-hati untuk mencegah gangguan pernapasan
□
Digunakan untuk
mengendalikan kegelisahan, agitasi
□
Menurunkan atau
mengendalikan demam dan mempunyai penharuh meningkatkan metabolisme serebral
atau peningkatan kebutuhan oksigen
□
Kraniotomi atau
trepanasi diperlulan untuk memindahkan frgamen tulang, evakuasi hematom,
mengendalikan hemoragik dan membersihkan jaringan nekrotik
|
No
|
Tanggal
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
Risiko tinggi terhadap pola
nafas tak efektif berhubungan dengan :
□
Kerusakan
neurovaskuler (cedera pada pusat pernafasan otak)
□
Kerusakan
persepsi atau kognitif
□
Obstruksi
trakeobronkial
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x30 menit pola napas menjadi efektif, dengan kriteria:
□
Mempertahankan
pola pernapasan normal/efektif
□
Bebas sianosis
□
GDA dalam batas
normal
|
Mandiri
□
Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan pernapasan
□
Catat kompetensi refleks gag/menelan dan kemampuan
pasien untuk melindungi jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai indikasi
□ Angkat kepala tempat
tidur sesuai aturannya, posisi miring sesuai indikasi
□
Anjurkan pasien
untuk melakukan napas dalam yang efektif jika pasien sadar
□
Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan
lebih dari 10-15 detik. Catat karakter,
warna kekeruhan dari sekret
□
Auskultasi
suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara-suara tambahan
yang tidak normal (seperti krekels, ronki, mengi)
□
Pantau
penggunaan dari obat-obat depresan pernapasan, seperti sedatif
Kolaborasi
□
Pantau atau
gambarkan analisa gas darah, tekanan oksimetri
□
Lakukan rontgen
toraks ulang
□
Berikan oksigen
□
Lakukan
fisioterapi dada jika ada indikasi
|
□
Perubahan dapat
menandakan awitan komplikasi pulmonal (umumnya mengikuti cedera otak) atau
menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak. Pernapasan lambat, periode apnea
dapat menandakan perlunya ventilasi mekanis
□ Kemampuan memobilisai
atau membersihkan sekresi penting untuk pemeliharaan jalan napas. Kehilangan
refleks menelan atau batuk menandakan perlunya jalan napas buatan atau
intubasi. Catatan: jalan napas nasofaringeal lunak mungkin diarankan untuk
mencegah stimulasi refleks gag
dibandingkan dengan jalan napas yang keras melalui orofaring yang dapat
mengantarkan pada proses batuk yg berlebihanan meningkatkan TIK
□ Untuk memudahkan ekspansi
paru/ventilasi paru dan menurunkan adanya kemungkinan liah jatuh yang
menyumbat jalan napas
□
Mencegah/menurunkan
atelektasis
□
Penghisapan
biasanya dibutuhkan jika pasien koma atau dalam keadaan imobilisasi dan tidak
dapat membersihkan jalan napasnya sendiri. Penghisapan pada trakhea yang
lebih dalam harus dilakukan dengan ekstra hati-hati karena hal tersebut dapat
menyebabkan atau meningkatkan hipoksia yang menimbulkan vasokontriksi yang
pada akhirnya akan berpengaruh cukup besar pada perfusi serebral
□
Untuk
mnegindentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti, atau
obstruksi jalan napas yang membahayakan oksigenasi serebral atau menandakan
terjadinya infeksi paru (umumnya merupakan komplikasi dari cedera kepala)
□
Dapat
meningatkan gangguan/komplikasi pernapasan
□ Menentukan kecukupan
pernapasan, keseimbangan asam basa dan kebutuhan akan terapi
□
Melihat kembali
keadaan ventilasi dan tanda-tanda komplikasi yang berkembang (seperti
atelektasis atau bronkopneumonia)
□
Memaksimalkan
oksigen pada darah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat
pernapasan tertekan, mungkin diperlukan ventilasi mekanik
□
Walaupun
merupakan kontraindikasi pada pasien dengan peningkatan TIK fase akut namun
tindakan ini seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk
memobilisasi dan membersihkan jalan napas dan menurunkan risiko
atelektasis/komplikasiparu lainnya
|
No
|
Tanggal
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
3
|
Resiko/aktual pening-katan intrakranial
berhubungan dengan:
¨
Adanya proses
desakan ruang dalam otak akibat penumpukan cairan
¨
Kelainan sirkulasi serebrospinal
¨
Vasodilatasi
pembuluh darah otak akibat asidosis metabolik
Yang ditandai dengan :
Subyektif:
¨
Klien
disorientasi orang dan tempat
¨
Klien mengeluh
pusing / nyeri kepala
Objektif :
¨
Tekanan darah
meningkat
¨
Nadi lambat
¨
Pernafasan
dalam dan lambat
¨
Hipertermia
¨
Pupil melebar
¨
Anisokor
¨
Reflek cahaya
negative
¨
Nilai GDS <
15
¨
Babinski (+)
|
Peningkatan tekanan intrakranial tidak terjadi,dengan
kriteria
Hasil :
Subjektif
o
Klien
mengatakan nyeri kepala berkurang
o
Tanda tidak
terjadi penurunan kesadaran
Objektif :
o
Tanda vital,TD
, N, suhu, Respirasi dalam batas normal
o
Pupil isokor
o
Nilai GCS
normal
o
Elektrolit dbn
|
¨
Kaji status
neurologis berhubungan dengan tanda-tanda TTIK
¨
Monitor TTV
minimal satu jam sampai keadaan stabil
¨
Naikkan posisi kepala
dengan sudut 15-45° tanpa bantal (tidak ekstensi dan fleksi)
¨
Monitor intake
output setiap 8 jam sekali
¨
Kolaborasi
dengan tim medis dalam pemberian obat anti edema spt : Manitol, gliserol dan lasix
¨
Monitor suhu
dan atur suhu lingkungan sesuai indikasi
¨
Batasi pemakaian
selimut, kompres bila suhu meningkat
¨
Berikan O2
sesuai program kebutuhun
¨
Bantu klien
untuk membatasi batuk,muntah, dan mengedan saat bab
|
Untuk menentukan lokasi,
luasnya dan perkembangan dari kerusakan serebral
Peningkatan aliran vena
dari kepala akan menurunkan TIK
Hipertermi meningkatkan
kehilangan air dan meningkatkan dehidrasi, terutama jika tingkat kesadaran
menurun. Mualmenurunkan pemasukan melalui oral
Menurunkan hipoksia yang
dapat menyebabkan vasodilatasi serebral
Manuver valsava dapat
meningkatkan TIK dan memperbesar resiko terjadinya perdarahan
Merupakan indikasi adanya
iritasi meningeal.
|
No
|
Tanggal
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
Perubahan persepsi sensori
berhubungan dengan :
□
Perubahan
resepsi sensori
□
Transmisi
□
Integrasi
(trauma atau defisit neoruologis)
Kemungkinan dibuktikan oleh
:
□
Disorientasi
terhadap waktu, tempat, orang
□
Peruabahan
dalam respons terhadap rangsangan
□
Inkoordinasi
motorik, perubahan dalam postur, ketidakmampuan untuk memberi tahu posisi
bagian tubuh (propiosepsi)
□
Perubahan pola
komunikasi
□
Distorsi
auditorius dan visual
□
Konsentrasi
buruk, perubahan proses pikir/berpikir kacau
□
Respons
emosional berlebihan, perubahan dalam pola perilaku
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x30 menit, tidak ada perubahan persepsi sensori, dengan
kriteria:
□
Melakukan
kembali atau mempertahankan tingkat
kesadaran biasanya dan fungsi persepsi
□
Mengakui
perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residu
□
Mendemonstrasikan
perubahan perilaku/gaya hidup untuk mengkompensasi atau defisit hasil
|
Mandiri
□
Evaluasi/pantau
secara teratur perubahan orientasi, kemampuan berbicara, alam
perasaan/efektif, sensorik, dan proses pikir
□
Kaji kesadaran
sensorik seperti respons sentuhan, panas/dingin, benda tajam/tumpul dan
kesadaran terhadap gerakan dan letak tubuh. Perhatikan adanya masalah
penglihatan atau sensasi yang lain
□
Observasi
respons perilaku seperti rasa bermusuhan, menangis, afektif yang tidak
sesuai, agitasi, halusinasi
□
Catat adanya
peruabahan yang spesifik dalam hal kemampuan seperti memusatkan kedua mata
dengan mengikuti instruksi verbal yang sederhana dengan jawaban “ya” atau
“tidak”, makan sendiri dengan tangan dominan pasien
□
Hilangkan suara
bising/stimulus yang berlebihan sesuai kebutuhan
□
Bicara dengan suara yang lembut dan pelan. Gunakan kalimat yang
pendek dan sederhana. Pertahankan kntak
mata
□ Pastikan/validasi
persepsi pasien dan berikan umpan balik. Orientasikan kembali pasien secara
teratur pada lingkungan, staf dan tindakan yang akan dilakukan terutama jika
penglihatannya terganggu
□
Berikan stimulasi yang bermanfaat; verbal, peciuman,
pendengaran, taktil (sentuhan, memegang tangan pasien). Hinari isolasi baik secara fisik atau psikologis
□ Berikan lingkungan
terstruktur termasuk terapi, aktivitas.
□
Buat jadual
istirahat yang adekuat/periode tidur tanpa ada gangguan
□
Gunakan
penerangan siang atau malam hari
□ Berikan kesempatan yang
lebih banyak untuk berkomunikasi dan melakukan aktivitas
□
Berikan
keamanan terhadap pasien, seperti memberikan bantalan pengalas, membantu saat
berjalan
□
Temukan cara
lain untuk menanggulangi penurunan persepsi sensorik ini seperti mengatur
hidup, membuat catatan pribadi mengenai daerah tubuh yag terkena, makanan
yang menguntungkan terhadap penglihatan; menggambarkan bagian tubuh yang
terkena trauma
Kolaborasi
□
Rujuk ada ahli
fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara, dan terapi kognitif
|
□
Fungsi serebral
bagian atas biasanya terpengaruh lebih dulu oleh adanya gangguan sirkulasi,
oksigenasi. Kerusakan dapat terjadi saat trauma awal atau kadang-kadang berkembang
setelahnya akibat dari pembengkakan atau perdarahan
□ Informasi penting untuk
keamanan pasien. Semua sistem sensorik dapat terpengaruh dengan adanya
perubahan yang melibatkan peningkatan
atau penurunan sensitivitas atau kehilangan sensasi/kemampuan untuk
menerima dan berespon secara sesuai pada suatu stimulasi
□ Respons individu
mungkin berubah-ubah namun umumnya seperti emosi yang labil, frustasi, apatis
dan muncul tingkah laku impulsif selama proses penyembuhan dari tauma kepala.
Pencatatan terhadap tingkah laku memberikan informasi yang diperlukan untuk
perkembangan proses rehabilitasi
□ Membantu melokalisasi
daerah otak yang mengalami gangguan dan mengidentifikasi tanda perkembangan
tehadap peningkatan fungsi neurologis
□ Menurunkan ansietas,
respons emosi yang berlebihan/bingung yang berhubungan dengan sensorik yang
berlebihan
□ Pasien mungkin
mengalami keterbatasan perhatian/pemahaman selama fase akut dan penyembuhan
dan tindakan ini dapat membantu pasien untuk memunculkan komunikasi
□ Membantu pasien untuk
memisahkan pada realitas dari perubahan persepsi. Gangguan fungsi
kognitif/penurunan penglihatan dapat menjadi potensi timbulnya disorientasi
dan ansietas
□ Pilihan masukan
sensorik secara cermat bermanfaat untuk menstimulasi pasien koma dengan baik
selama melatih kembali fungsi kognitifnya
□ Meningkatkan
konsistensi dan keyakinan yang dapat menurunkan ansietas yang berhubungan
dengan ketidaktahuan pasien tersebut. meningkatkan rasa terhadap kontrol diri
atau melatih kognitif kembali
□ Mengurangi kelelaha,
mencegah kejenuhan, memberikan kesempatan untuk tidur REM.
□
Memberikan
perasaan normal tentang pola perubahan waktu dan pola tidur/bangun
□
Menurunkan
frustasi yang berhubungan dengan perubahan kemampuan/pola respons yang
memanjang
□
Agitasi,
gangguan pengambilan keputusan, ganggguan keseimbangan dan penurunan sensorik
meningkatkan risiko terjadi trauma pada pasien
□
Pasien dapat
meningkatkan kemandiriannya, meningkatkan rasa kontrol, karena mempunyai
kemampuan untuk kompensasi terhadap penurunan neurologis yang dialaminya
□
Pendekatan
antar disiplin dapat menciptakan rencana penatalaksanaan terintegrasi yang
didasarkan atas kombinasi kemampuan/ketidakmampuan secara individu yang unik
dengan berfokus pada peningkatan evaluasi dan fungsi fisik, kognitif, dan
keterampilan perseptual
|
No
|
Tanggal
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
Risiko tinggi terhadap
penyebaran infeksi berhubungan dengan
statis cairan tubuh, proses inflamasi
Ditandai dengan:
DS:
_
DO:
□
□
Tanda-tanda
vital:
TD:
Nadi:
RR:
Suhu:
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 324 jam, risiko infeksi tidak menjadi aktual, dengan
kriteria:
□
Tidak
didapatkan tanda-tanda infeksi
|
Mandiri
□
Pantau
tanda-tanda vital secara teratur, catat munculnya tanda-tanda klinis dari
proses infeksi
□
Pertahankan
teknik antiseptik dan cuci tangan. Batasi pengunjung sesuai kebutuhan
□
Auskultasi
suara napas, pantau kecepatan pernapasan dan usaha pernapasan
Kolaborasi
□
Berikan terapi
antibootika IV sesuai indikasi
|
□ Timbulnya tanda klinis yang terus menerus merupakan
indikasi penyebaran infeksi
□
Menurunkan
risiko pasien terkena infeksi sekunder
□
Adanya ronkhi
atau mengi, takipneu, dan peningkatan kerja pernapasan mungkin mencerminkan
adanya akumulasi sekret dengan risiko terjadinya infeksi pernapasan
□
Obat yang
dipilih tergantung pada tipe infeksi dan sensitivitas individu
|
DAFTAR PUSTAKA
Doenges Marilyn E. (1999). Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. (Edisi III). Jakarta : EGC.
Hudak, C.M., & Gallo, B.M. (2000). Keperawatan kritis. Jakarta : EGC.
Smeltzer, S., Bare, B. (2002). Keperawatan medikal bedah. Jakarta : EGC
0 comments:
Post a Comment