KESEIMBANGAN
CAIRAN
DAN ELEKTROLIT
I.
PENDAHULUAN
Sel adalah unit fungsi dasar tubuh manusia. Agar sel tubuh dapat
melakukan tugas fisiologi individualnya, diperlukan lingkungan yang stabil,
termasuk pemeliharaan suplai nutrient yang mantap dan pembuangan sisa
metabolisme secara kontinyu.
Regulasi cermat dari cairan tubuh
menjamin lingkungan internal yang stabil. Asupan air dan elektrolit dapat
terjadi melalui makan dan minum, dan dikeluarkan dalam jumlah yang relatif
sama.
Ketika terjadi gangguan
homeostasis, harus segera diberikan terapi untuk mengembalikan keseimbangan air
dan elektrolit.
II.
FISIOLOGI CAIRAN DAN ELEKTROLIT TUBUH
Tubuh manusia sebagian besar (60 %)
terdiri dari cairan. Total cairan tubuh ini bervariasi menurut umur, berat
badan dan jenis kelamin. Total cairan tubuh (%) akan menurun dengan
bertambahnya umur. Lemak mengandung sedikit air, sehingga orang gemuk mempunyai
risiko tinggi pada kehilangan cairan oleh karena cadangan cairan yang lebih
rendah. 40 % berat badan merupakan zat padat yang terdiri dari protein 18 %, lemak 15 %, mineral 7 %.
Total
Cairan Tubuh :
·
Laki-laki dewasa : 60 % BB
·
Wanita dewasa : 54 % BB
·
Orang tua : 52 % BB
·
Anak-anak,
bervariasi : Bayi baru lahir : 80 %
Bayi 3 bulan : 70 %
Cairan tubuh
didistribusikan/disebarkan ke ruangan-ruangan/kompartemen – kompartemen yaitu :
2 Kompartemen utama :
Kompartemen
CES 20 %, kompartemen CIS 40
% dan sedikit kompartemen transeluler
yang merupakan hasil metabolisme sel terdiri dari bahan-bahan sekresi seperti
sekresi gastrointestinal (saliva, cairan lambung, usus, feces), urine dan
keringat.
Analisa sekresi dapat
membantu menentukan kehilangan cairan dan elektrolit serta mengganti dengan
tepat jumlah sekresi misalnya melalui NGT diganti kira-kira 60 %.
Kompartemen CES terbagi
dalam 5 % cairan intravaskuler dan 15 % cairan intertisial Cairan intravaskuler
sejumlah 5 % tersebut adalah plasma darah sedangkan volume darah adalah 8 %
dari berat badan. Pada neonatus cairan bisa sampai 10 % BB. Air secara bebas
berpindah-pindah diantara ruangan CES dan CIS sampai terjadi keseimbangan dalam
nilai osmolaritas di kedua ruangan tersebut.
Hubungan Antara
Kompartemen-kompartemen
Ruang intravaskuler
dipisahkan dari ruang intertisial oleh membran kapiler. Membran kapiler
bersifat permeabel terhadap air, elektrolit dan molekul kecil tetapi tidak
permeabel terhadap protein dan molekul besar. Ruang intertisial dipisahkan oleh
membran sel. Zat-zat dapat melewati membran sel melalui proses aktif maupun
pasif yaitu difusi, filtrasi, ficilitated diffusion.
Isi Cairan Tubuh
Dalam cairan tubuh
terdapat bahan / zat yang terlarut yang terdiri dari elektrolit dan non
elektrolit. Elektrolit adalah molekul-molekul yang pecah menjadi
partikel-partikel bermuatan listrik (terionisasi) yaitu kation dan anion.
Kation adalah ion bermuatan positif dan anion adalah ion yang bermuatan
negatif. Jumlah kation dan anion selalu dipertahankan keseimbangannya. Non elektrolit
adalah molekul-molekul yang tetap tidak berubah misalnya dextrose, ureum,
kreatinin.
Dalam CIS, kation yang
terbanyak adalah Kalium, anion yang terbanyak adalah Phosphat. Dalam CES,
kation yang terbanyak adalah Natrium, anion yang terbanyak adalah Chlorida.
Komposisi Elektrolit
Kation (m Eq/L) CES CIS
Na 142 15
K+ 5 150
Ca ++ 5 2
Mg ++ 1 27
Anion
HCO3- 24 10
Cl - 105 1
HPO4 - 2 100
SO4 - 1 20
Fungsi Elektrolit : Ikut mengatur cairan tubuh melalui tekanan
osmotik.
Penilaian tekanan osmotik adalah
dalam milli osmole (mOsm).
Milli osmole : Ukuran partikel yang
aktif secara osmotic di dalam larutan.
Milli mole : Ukuran jumlah partikel
dalam larutan.
Osmolalitas : Jumlah milli osmole
zat terlarut per Kg zat pelarut.
Osmolaritas : Jumlah milli mole zat
terlarut per Liter zat pelarut.
Untuk memudahkan osmolalitas dan
osmolaritas dianggap sama.
Tonocity : Pengukuran
hasil perhitungan dari partikel-partikel yang aktif secara osmotic dan nilai kira-kira sama
dengan osmolaritas.
Tekanan osmotik
ditentukan oleh total bahan terlarut di dalam larutan. Penilaian tekanan
osmotik adalah milli osmole (mOsm). NaCl adalah bahan terlarut paling utama
dalam CES sehingga perhitungan osmolaritas dianggap mendekati ( 2 x Na
serum ) + 10 ® (2 x 140) + 10 = 290.
Dalam klinik :
osmolaritas dan tonicity normal adalah 290 ± 10 m Osm/lt. Cairan
disebut isotonik bila nilai 280 – 300 m Osm/Lt. Jumlah air dengan jumlah
partikel osmotik yang aktif di dalamnya adalah seimbang.
Cairan disebut hipertonik
bila nilai > 300 m Osm/Lt. Tekanan osmotik naik karena jumlah partikel
osmotik yang aktif lebih banyak dari jumlah air.
Cairan disebut hipotonik
bila nilai < 280 m Osm/Lt. Tekanan osmotik lebih rendah karena jumlah
partikel osmotik yang aktif lebih kecil dari jumlah air pelarutnya.
Mekanisme Pengaturan Keseimbangan
Cairan Tubuh dan Elektrolit
1. Tekanan osmotik
Perpindahan air melalui membran semi permiabel dari tempat yang
mempunyai konsentrasi larutan rendah ke tempat yang mempunyai konsentrasi
larutan lebih tinggi sampai mencapai konsentrasi larutan yang sama pada kedua
tempat tersebut. Perpindahan ini ditentukan oleh besarnya osmolaritas cairan.
Tekanan osmotik (mmHg) = 19,3 x Osmolaritas. Bila osmolaritas serum Normal
( m Osm / Lt ), nilai tekanan
osmotic total > 5400 mmHg.
Besarnya osmolaritas CES
ditentukan oleh banyaknya Natrium. Bila konsentrasi Na meningkat ( hipernatremi
) osmolaritas meningkat, akan menarik air dari intra sel ke ekstrasel.
Sebaiknya bila hiponatrium, air masuk ke intraseluler.
Pada CIS → osmolaritas ditentukan
oleh Kalium (karena ion K + terbanyak)
2.
Tekanan koloid osmotic (Tekanan onkotik plasma)
Adalah tekanan osmotic yang
ditimbulkan oleh larutan koloid protein plasma.
Walaupun nilainya kecil (25 mmHg)
tekanan onkotik ini sangat penting dalam menjaga keseimbangan antara cairan
interstisil dengan plasma. Bilamana permeabilitas membran normal, kemampuan
koloid seperti albumin dalam menahan air antara 14 – 15 ml air / gram albumin
(HES : 16 – 17 ml air/ Gram HES).
Besarnya tekanan koloid osmotic
tergantung dari jumlah molekul protein dalam plasma, sehingga albumin sangat
menentukan tinggi rendahnya tekanan koloid osmotik.
Albumin → BM = 69.000, Globulin →
BM = 140. 000 Karena BM yang besar, protein sulit menembus dinding kapiler.
Dalam jaringan interstisial ada
juga albumin dalam jumlah kecil, tekanan koloid osmotic hanya 5 mmHg. Besarnya
selisih tekanan koloid osmotic pada intravaskuler dan interstisial ini yang
dapat menahan cairan dalam ruang intravaskuler. Bila kadar albumin dalam plasma
menurun daya menahan air dalam ruang intravaskuler menurun, air keluar ke
interstisial sehingga terjadi oedema.
3. Terhadap hidrostatik dalam kapiler
Tekanan ini berpengaruh pada keluar masuknya air melalui dinding
pembuluh darah. Tekanan koloid osmotic dalam pembuluh darah ± 25 mmHg. Tekanan
darah pada ujung arteri adalah 35 mmHg dan pada ujung vena adalah 15 mmHg. Ini
menyebabkan air dan ion pada ujung arteri dapat berdifusi keluar dari
intravaskuler dan pada ujung vena berdifusi masuk ke intravaskuler.
4. Pompa Natrium
Na cenderung masuk sel secara
difusi dari CES yang konsentrasi tinggi ke CIS yang konsentrasi rendah. Ini
dicegah dengan mekanisme pompa Na yang cenderung mengeluarkan Na dari intrasel
ke ekstrasel dan sebaliknya terjadi pada kalium dengan arah yang berlawanan.
Pompa Natrium ini tergantung pada adanya ATP. Pada keadaan sepsis atau
hipoksia, fungsi pompa Na terganggu sehingga Na masuk dalam sel (intrasel) dan
Kalium keluar ke ekstrasel (hiponatremi dan hiperkalemi).
5. Permeabilitas pembuluh darah
Dalam keadaan normal, dinding pembuluh darah tidak dapat dilalui oleh
protein plasma. Tetapi pada keadaan tertentu seperti DSS, permeabilitas kapiler
menurun, sehingga protein plasma terutama albumin dapat melewati membrane
kapiler keluar ke rongga interstisial. Keluarnya protein plasma ini akan
diikuti oleh keluarnya cairan dan elektrolit dari intravaskuler sehingga
terjadi hipovolemi dan syok. Demikian juga pada luka bakar, cairan plasma dapat keluar
dari intravaskuler kerongga interstisial.
6. ADH
Adalah Hormon yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisia posterior
(Pituitary Posterior) Ada
2 jenis rangsangan yang dapat menyebabkan sekresi ADH yaitu :
1 ) Rangsangan Primer
(Hiperosmolaritas dan Hipovolemia)
2 ). Rangsangan sekunder
(Trauma, syok, operasi, infeksi)
Rangsang Primer :
1 ). Hiperosmolaritas :
v
Peningkatan osmolaritas serum merangsang osmoreceptor di
hipotalamus untuk, mengeluarkan ADH
v
ADH akan merangsang duktus koletikus di ginjal untuk
merabsorsi air yang akan masuk kesistim sirkulasi
2 ). Hipovolemik :
v Menyebabkan penurunan MAP, akan menyebabkan rangsangan
pada baroreceptor yang terletak di jantung yang diteruskan lagi kehipofisa
posterior yang menyebabkan sekresi ADH
v ADH akan masuk ke sistim sirkulasi dan menyebabkan
vasokontriksi, dan MAP akan dipertahankan/ naik kembali
7. Aldosteron :
Dihasilkan oleh lapisan luar dari
korteks adrenal yaitu zona glomerulosa.
Ada 3 faktor yang
mempengaruhi sekresi aldosteron, antara lain :
1). Sistim renin – angiotensisn
2). Kadar K serum
3). Sekresi ACTH dari pituitary
anterior
1. Sistim renin – Angiotensin
Dirangsang oleh keadaan – keadaan hipotensi, penurunan volume
intravaskuler, dan peningkatan tonus simpatis
2. Kadar K Serum :
Merupakan stimulator yang cukup kuat untuk disekresinya aldosteron.
Peningkatan Kadar Kalium dari 3.5
meq/l menjadi 6 meq/L akan meningkatkan aldosteron 30 – 60 x lipat.
3.
Sekresi ACTH yang menyebabkan pelepasan Aldosteron
berlangsung selama 24 jam.
Aldosteron bekerja ditubulus
distal ginjal yang mereabsorsi Na diikuti Reabsorsi Air, sedangkan pengeluaran
Kalium bersamaan dengan urine.
III. KELAINAN KESEIMBANGAN CAIRAN
Hipovolemia
Penipisan volume cairan ekstraselular (CES) disebut
“hipovolemia“. Ini karena kehilangan melalui kulit, GI, dan ginjal abnormal,
perdarahan, penurunan masukan cairan. Tergantung pada jenis kehilangan cairan, hipovolemia dapat disertai dengan ketidakseimbangan
asam basa, osmolar, atau elektrolit. Penipisan CES berat dapat menimbulkan syok
hipovolemia. Mekanisme kompensasi pada hipovolemia termasuk peningkatan
rangsang system saraf simpatis (Peningkatan frekwensi jantung, inotropik
(Kontraksi jantung), dan tahanan vaskular, rasa haus, pelepasan hormon
antidiuretika (ADH), dan pelepasan aldosteron. Hipovolemia lama dapat
menimbulkan berkembangnya gagal ginjal akut.
GANGGUAN KESEIMBAGAN ASAM BASA
Dr. Enita Tampubolon
I. PENDAHULUAN
Pengetahuan tentang keseimbangan asam basa sangat penting
untuk diketahui pada saat menghadapi pasien – pasien sakit kritis oleh karena
perubahan yang sangat cepat. Perubahan yang cepat ini sangat mempengaruhi
fungsi fisiologis tubuh.
Seperti
diketahui bahwa fungsi sel di dalam tubuh manusia akan berlangsung optimal jika
pH lingkungan sedikit alkalis, yaitu 7.40 atau konsentrasi ion Hidrogen sebesar
10 –7 m mol/l . Oleh sebab itu keseimbangan ion Hidrogen diatur
secara ketat oleh tubuh.
Keseimbangan
asam basa merupakan refleksi konsentrasi ion H+ dalam tubuh yang
direpresentasikan melalui pH.
Peninggian
ion Hidrogen, larutan menjadi lebih asam, sebaliknya penurunan ion Hidrogen,
larutan menjadi lebih basa.
Untuk mempertahankan keseimbangan asam basa, tubuh
mempunyai sistem buffer. Sistem ini terdiri dari larutan dengan garam-garam
dari suatu asam lemah atau basa lemah. Asam dan basa lemah ini mempertahankan
nilai pH dengan menambah atau melepaskan ion-ion Hidrogen. Asam-asam akan melepaskan
ion Hidrogen dan basa-basa akan menerima ion Hidrogen. Selain sistem buffer
ini, pH juga diatur oleh mekanisme regulasi. Regulasi dilakukan oleh paru
sebagai komponen respirasi dan ginjal sebagai komponen metabolik. Kedua
komponen ini berinteraksi secara simultan sehingga keseimbangan ion Hidrogen
selalu stabil.
Penilaian terhadap adanya
gangguan keseimbangan asam basa tubuh dikenal sebagai Formula Hendersen –
Hasselbach.
Persamaan ini digunakan oleh mesin analisa gas
darah saat ini, yaitu :
pH = pK + Log [ HCO3-
]
H2CO2
Yang dimaksud dengan asam ialah molekul atau ion yang
dapat menerima satu proton (H+) :
Asam Proton Basa
BH H+ B-
Makin cepat asam dapat memberi donasi makin kuat asam
tersebut.
Dikatakan asam kuat adalah asam yang mudah berdisosiasi
sehingga dapat melepas hidrogen dalam konsentrasi tinggi. Hal yang sama berlaku
untuk basa.
Dalam keadaan seimbang maka :
K
= (H+) (B-)
(HB)
Persamaan ini dapat diubah menjadi :
(H+)
= K (HB)
(B-)
Sorenson menggunakan istilah pH untuk memudahkan
menyatakan konsentrasi.
Hidrogen dalam larutan.
PH adalah logaritma negatif kadar ion Hidrogen bebas, sehingga persamaan
dapat ubah menjadi :
Log ( H + ) =
- Log K + Log ( B ¯ )
HB
PH = - Log K
+ Log ( B ¯ )
( HB )
pH = pK + Log ( Basa )
(
Asam )
Penilaian keseimbangan asam basa biasanya melalui
pemeriksaan analisa gas darah, karena pembentukan asam basa berhubungan erat
dengan pembentukan gas darah.
Dimana pemeriksaan gas darah arteri ini berguna untuk menunjang pengobatan
dalam penatalaksanaan pasien – pasien penyakit berat yang akut dan menahun,
bila hasil pemeriksaan itu ditafsirkan dengan betul.
II.
FISIOLOGI KESEIMBANGAN ASAM BASA
Pada dasarnya pH atau derajat keasaman darah
tergantung pada konsentrasi ion Hidrogen, yang dipertahankan dalam batas normal
melalui 3 faktor, yaitu :
A. Mekanisme dapar kimia
Ada 4 macam dapar kimia utama
dalam tubuh yaitu :
1). Sistim dapar bikarbonat –
asam karbonat
-
Sistem ini
merupakan jumlah terbesar yang terdapat dalam cairan extra cellular.
-
Reaksi
terhadap Asam :
HCL + Na HCO3 ® H2 CO3 + Na
CL, dimana
H2 CO3 ® H2O + CO2
-
Reaksi
terhadap basa
NaOH
+ H2CO3 ® Na HCO3 + H2O
Karena pentingnya bikarbonat dan asam karbonat dalam
mempertahankan keseimbangan asam – basa, maka pH darah ditentukan berdasarkan
perbandingan konsentrasi bikarbonat dan asam karbonat dalam plasma yang
ditunjukkan dalam persamaan Henderson
– Hasselbach :
pH = pK + Log [ HCO3- ]
[ H2CO3 ]
dimana
:
-
Kadar normal bikarbonat plasma = 24 mEq / l
-
Asam
karbonat [ H2CO3 ]
= 1.2 mEq / l
-
pK sistim bikarbonat – asam karbonat = 6.1
Bila konsentrasi bikarbonat dalam darah meningkat atau
konsentrasi asam karbonat berkurang, maka perbandingan bikarbonat – asam
karbonat akan meningkat dan pH menjadi lebih besar dari nilai normal, keadaan
ini disebut ® Alkalosis.
Sebaliknya
bila konsentrasi bikarbonat dalam darah berkurang atau konsentrasi asam
karbonat meningkat, maka perbandingan bikarbonat – asam karbonat akan
berkurang, dan pH menjadi lebih kecil dari normal, ini disebut ® Asidosis.
2). Sistim
dapar Fosfat
-
Sistim ini
terutama terdapat didalam sel darah merah dan sel-sel lain terutama didalam sel
tubulus ginjal, yang memungkinkan ginjal mengeluarkan ion hidrogen.
-
Dapar fosfat terdapat dalam bentuk Na2 HPO4
dan Na H2 PO4.
Reaksi terhadap asam :
HCL + Na2 HPO4
® Na Cl + Na H2
PO4
Reaksi terhadap basa :
NaOH + Na H2 PO4
® Na2
HPO4 + H2O
3). Sistim
dapar protein
-
Sistem ini terutama terdapat di dalam sel-sel jaringan
dan juga bekerja di dalam plasma. Dapat bekerja sebagai asam lemah dan basa
lemah ataupun garam basa yang dapat mengikat atau melepaskan ion hydrogen.
4). Sistim
dapar hemoglobin
-
Hb bekerja
sebagai asam lemah dan membentuk sistim dapar dengan basa kuat seperti bikarbonat
dan fosfat.
B. Mekanisme Pernafasan (Paru)
Karbondioksida (CO2)
merupakan sisa / produk metabolisme sel. Dari sel CO2 akan
ditranspor melalui plasma dan sel darah merah menuju paru untuk dieliminasi.
Secara normal ventilasi alveolar
akan memepertahankan PaCO2 antara 35 – 45 mmHg dimana PaCO2
di dalam alveolus berada dalam keseimbangan dengan PaCO2 dan H2 CO3 dalam darah.
Namun jika kemampuan ventilasi alveolar tidak sebanding lagi dengan produksi CO2,
yang menyebabkan PaCO2 meningkat, yang akan diikuti dengan
perangsangan pusat pernafasan, sehingga timbul hiperventilasi untuk
mengeluarkan CO2 lebih banyak, demikian juga sebaliknya.
C. Mekanisme Ginjal
Pada keadaan keasaman darah yang
meningkat, ginjal akan mengeluarkan ion hidrogen dan menahan ion HCO3-
untuk mempertahankan pH darah dalam batas normal, sehingga akan menghasilkan
urine yang bersifat asam ( pH : 5,5 – 6,5 ).
Mekanismenya terdiri dari :
1). Reabsorpsi ion HCO3-
Dalam keadaan normal seluruh ion
bikarbonat yang keluar melalui glomerulus dan masuk ke dalam tubulus urine akan
diabsorpsi kembali di tubulus renalis dengan pertukaran ion hidrogen yang
dihasilkan oleh sel tubulus dengan ion Na+ yang berasal dari tubulus urine.
2). Asidifikaasi dari garam-garam
dapar
Akan terjadi pertukaran ion
hidrogen dengan garam fosfat, ion hidrogen akan masuk ke dalam tubulus urine
untuk bergabung dengan Na HPO4 yang dikeluarkan ke dalam urine.
3). Sekresi Amonia
NH3 yang akan dibentuk dari hasil
oksidasi asam amino glutamin akan diubah menjadi NH4 yang dikeluarkan sebagai
NH4Cl.
III. PARAMETER ANALISA GAS DARAH
( AGD )
1). pH : ( N : 7,35 – 7,45 )
-
pH adalah fungsi logaritme negatif dari konsentrasi ion
hidrogen dalam plasma darah, dimana bila
konsentrasi ion hidrogen meningkat menyebabkan pH akan menurun demikian
sebaliknya.
-
Perubahan pH yang
mengikuti perubahan pCO2 karena gangguan ventilasi akan
mengakibatkan ® Asidosis atau Alkalosis Respiratorik dan perubahan pH yang mengikuti
perubahan HCO3- akan mengakibatkan ® asidosis atau alkalosis metabolic.
2).
PaCO2 : ( N : 35 – 45 mm Hg )
-
PaCO2 adalah
tekanan dari CO2 yang terlarut dalam darah.
-
PaCO2 merupakan
parameter fungsi respirasi dan dapat digunakan untuk menentukan cukup atau
tidaknya ventilasi alveolar
-
Bila PaCO2 normal ® berarti ventilasi alveolar
normal
-
Bila PaCO2 < 35 mm Hg ( Hipokapnia ) ® berarti terjadi
hiperventilasi akibat rangsangan pusat pernapasan, jika pH > 7,45 – keadaan ini
disebut Alkalosis Respiratorik.
-
Bila PaCO2 > 35 mm Hg ( Hiperkapnia )
® berarti terjadi hipoventilasi akibat kegagalan ventilasi alveolar, jika pH
< 7,35 – keadaan ini disebut Asidosis Respiratorik.
3). PaO2 : ( N : 80 – 100 mm Hg )
-
PO2 adalah
tekanan yang ditimbulkan oleh O2 yang terlarut dalam darah.
-
Dalam
keseimbangan asam basa PaO2 hanya memberikan petunjuk fisiologis
yang kecil, selain menunjukkan cukup tidaknya oksigenasi darah arteri.
-
Hipoksemia adalah
keadaan dimana PaO2 < 60 mm Hg, sedangkan Hipoksia adalah keadaan dimana oksigen jaringan
tidak adekwat.
4).
Base Ekses / BE : ( N :
-2 s/d +2 )
-
BE atau Base
Defisit, menggambarkan secara langsung jumlah dalam mEq/l kelebihan basa kuat
(kekurangan asam tetap) atau kekurangan basa (kelebihan asam tetap).
-
Nilai + : menggambarkan kelebihan basa
-
Nilai - :
menggambarkan kekurangan basa (kelebihan asam)
-
Astrup menyatakan bahwa nilai BE tidak saja digunakan
untuk diagnosis tetapi juga untuk pengobatan asidosis metabolic, dengan
formula :
Kebutuhan Basa
= BE x BB x 0,3 mEq
5). Standar Bikarbonat (SBC) & Actual
Bikarbonat (ABC) : ( N : 22 – 26 meq/L )
-
SBC adalah konsentrasi ion [ HCO3-
] dalam plasma pada PaCO2 40 mm Hg, suhu 370C dan pada
keadaan Hb teroksigenasi penuh.
-
ABC digunakan untuk menyatakan kadar bikarbonat dalam
darah penderita sesuai dengan PCO2 yang ada.
-
Jika konsentrasi ion HCO3-
meningkat lebih dari normal yang menunjukkan hilangnya ion H+ secara
significant, disertai pH > 7,45, keadaan ini disebut ® Alkalosis Metabolik.
Sebaliknya bila konsentrasi ion HCO3- menurun / kurang
dari normal disertai pH < 7,35, keadaan ini disebut ® Asidosis Metabolik.
6). Persentase Saturasi O2 / % Sat O2 : ( N
: 92 – 100 % )
-
Saturasi O2 setara dengan kandungan O2
( dikurangi O2 terlarut ) dibagi dengan kapasitas O2 (
dikurangi O2 terlarut ).
-
Persentasi saturasi dari Hb dengan O2 ini
sangat membantu untuk menghitung banyaknya O2 total di dalam darah.
IV. MACAM-MACAM GANGGUAN
KESEIMBANGAN ASAM BASA
1). Asidosis Respiratorik
Akibat pengeluaran CO2
yang terganggu, terjadi penumpukan CO2 dan
peningkatan H2CO3
a). Penyebab :
-
Keadaan yang menyebabkan hipoventilasi ® gagal napas
-
Penekanan
pusat pernafasan ® stroke, trauma kepala, over dosis
obat
-
Penyakit otot
pernafasan
-
Sumbatan jalan
nafas
b). Gejala :
-
Retensi CO2
-
Gangguan
kesadaran ® gelisah, letargi,
stupor, coma.
c). Penatalaksanaan :
-
Memperbaiki
ventilasi ® therapy penyakit
penyebab
-
Intubasi ® ventilator mekanik
-
Tidak ada indikasi untuk pemberian
Bicnat
2). Alkalosis Respiratorik
Akibat pengeluaran CO2
berlebihan pada hiperventilasi karena kehilangan CO2, H2CO3
berkurang.
a). Penyebab :
-
Semua keadaan
yang menyebabkan hiperventilasi
-
Hipoksemia
-
Anxietas,
Histeria
-
Neurogenik
hyperventilation ( trauma sistim syaraf pusat )
-
Ventilasi mekanik
yang berlebihan
b). Gejala :
-
Sesak napas
-
Cemas
-
Keram otot
-
Tetani
-
Kejang
c). Penatalaksanaan :
-
Terapi penyakit
penyebab
-
Memperbaiki
oxigenasi
-
Rebreathing mask
-
Sedasi &
tranquilizer
-
Bila dengan ventilator ® penyesuaian ventilator (
RR ¯ / TV ¯ )
3). Asidosis Metabolik
Adalah
keadaan dengan kekurangan HCO3
a). Penyebab :
-
Gagal ginjal -
Diare
-
Diabetik
ketoasidosis
-
Laktik asidosis
-
Starvation
-
Keracunan
salisilat, etile glikol
b). Gejala :
-
Pernapasan kussmaul ( dalam dan cepat )
-
Gangguan
kesadaran ® disorientasi, gelisah,
coma
c). Penatalaksanaan :
-
Therapy penyakit
penyebab
-
Pemberian Bicnat ( bila Anion Gap normal )
4).
Alkalosis Metabolik
a). Penyebab :
-
Muntah
-
Pemakaian
diuretik
-
Suction NGT,
diare
-
Cushing syndrome
-
Pemberian Bicnat
-
Penggunaan
antasid yang berlebihan
b). Gejala :
-
Apatis
-
Gangguan mental
-
Nafas dangkal ( depresi
pernafasan )
-
Tetani
-
Otot-otot spastik
c). Penatalaksanaan :
-
Mengatasi muntah
/ kehilangan cairan melalui GI dengan pemberian larutan NaCl 0,9 % ( saline )
-
Monitoring
pemakaian diuretic, gunakan acetazolamide jika alkalosis menetap, untuk meningkatkan
ekskresi HCO3- melalui ginjal
-
Koreksi
kekurangan kalium
-
Mengurangi
pemakaian antasid yang alkalis
Langkah-langkah praktis penilaian AGD :
1). Mulai
dengan melihat setiap nilai dari hasil AGD
Tentukan nilainya meningkat,
menurun atau normal.
Contoh : pH = 7,50 ® meningkat, dinyatakan sebagai Alkalosis.
2).
Menentukan oksigenasi adekuat / tidak, dengan menilai PaO2
dan SaO2.
3).
Tentukan keadaan asam – basa melalui penilaian pH.
4).
Tentukan gangguan asam – basa adalah Respiratorik atau Metabolik.
Lihat perubahan PaCO2
( Respiratorik ) dan perubahan HCO3- ( Metabolik ) sesuai
dengan perubahan nilai pH.
Gunakan BE untuk menentukan
interpretasi yang diambil, khususnya bila gangguannya adalah gabungan.
5).
Menentukan tingkat kompensasi.
a). Perhatikan sistim ( Respirasi / Metabolik ) yang yang tidak
sesuai dengan pH untuk menentukan (
Normal / tidak ) dalam upaya mengoreksi gangguan asam basa.
b). Tanpa Kompensasi :
Nilai dari sistim yang berlawanan
adalah normal, berarti tidak terjadi kompensasi.
pH diasumsikan tidak normal.
c). Kompensasi Sebagian :
Jika nilai dari sistim yang
berlawanan tidak sesuai ( meningkat / menurun ) dan pH tetap tidak normal, berarti terjadi kompensasi sebagian
d). Kompensasi Komplit :
Jika nilai dari sistim yang
berlawanan tidak sesuai ( meningkat / menurun ) dan pH normal.
Contoh
AGD :
·
pH : 7,34 ® Asidosis
·
PaO2 :
129 ® Oksigenasi adekwat
·
PaCO2 :
48 ® Asidosis
·
HCO3- : 26 ® Normal
·
BE :
+1 ® Normal
·
SaO2 :
99 % ® Normal
Interpretasi : - Asidosis Respiratorik tanpa
kompensasi
- Oksigenasi Adekwat
- Pasien dengan
Bronkitis kronik, emfisema dan cor Pulmonale di therapy dengan digitalis dan diuretik.
pH : 7,40 ® Normal
PaO2 : 57 ® Hipoksemia
PaCo2 : 58 ® Asidosis
HCO3 : 35 ® Alkalosis
BE : +9 ® Alkalosis
SaO2 : 89 % ® Hipoksemia
Interpretasi : - Alkalosis metabolik dengan kompensasi
respirasi komplit
- Hipoksemia
Kesimpulan
-
Keseimbangan asam
basa berperan penting untuk memberikan lingkungan dimana fungsi sel-sel di
dalam tubuh manusia akan berlangsung optimal.
-
Keseimbangan asam
basa secara fisiologis dipertahankan dalam batas normal melalui 3 faktor yaitu
sistim buffer kimia, mekanisme pernapasan dan mekanisme ginjal.
-
Gangguan
keseimbangan asam basa dapat dinilai melalui pemeriksaan Analisa Gas Darah
arteri. Dan penanganan terhadap gangguan asam basa tersebut lebih diutamakan
kepada therapi penyakit penyebab, sedangkan koreksi asidosis metabolik dengan
pemberian Natrium Bikarbonat ( Bicnat ) hanya bila Anion Gap dalam keadaan
normal.
KEPUSTAKAAN
1). Dr.
Muhardi Muhiman, Penatalaksanaan Pasien di ICU
2). Lynelle N.B. Pierce, RN, MS, CCRN : Guide To
Mechanical Ventilation and Intensive
Respiratory Care.
3). Royal Adelaide
Hospital : Medical
Manual ICU 2001 Edition
4). Iqbal Mustafa, Yohanes WH George : Paradigma baru
dalam penilaian status keseimbangan
Asam Basa.
0 comments:
Post a Comment