Pencegahan primer pada stroke
meliputi upaya perbaikan gaya hidup dan pengendalian
berbagai factor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang
sehat dan kelompok risiko tinggi yang belum pernah terserang stroke.
A. Mengatur Pola
Makan yang Sehat
Konsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol dapat meningkatkan risiko terkena serangan stroke,
sebaliknya risiko konsumsi
makanan rendah
lemak dan kolesterol dapat mencegah
terjadinya stroke. Beberapa jenis makan yang
di anjurkan untuk pencegahan primer terhadap
stroke adalah:
1. Makanan kolesterol yang
membantu menurunkan kadar kolesterol
a. Serat larut yang
terdapat dalam biji-bijian seperti beras merah, bulgur, jagung dan gandum.
b. Oat (beta glucan) akan menurunkan kadar kolesterol total dan LDL, menurunkan tekanan darah, dan menekan nafsu makan bila dimakan dipagi hari (memperlambat
pengosongan
usus).
c. Kacang kedelai beserta produk
olahannya dapat menurunkan lipid serum, menurunkan kolesterol total, kolesterol LDL
dan trigliserida tetapi tidak mempengaruhi kadar
kolesterol HDL.
d. Kacang-kacangan termasuk biji kenari dan kacang mede menurunkan kolesterol
LDL dan mencegah arterrosklerosis.
Mekanisme
kerja: menambah
sekresi asam empedu, meningkatkan aktifitas estrogen dan
isoflavon, memperbaiki elastisitas arteri dan meningkatkan aktifitas antioksidan yang
menghalangi
oksidasi LDL.
2. Makanan lain
yang berpengaruh
terhadap
prevensi stroke
a.
Makanan/zat yang
membantu mencegah
peningkatan
homosistein
seperti
asam
folat,vitamin B6, B12, dan riboflavin.
b. Susu
yang mengandung protein,
kalsium, seng(Zn),
dan B12,
mempunyai
efek
proteksi terhadap stroke.
c.
Beberapa jenis seperti ikan tuna dan ikan salmon mengandung omega-3, eicosapperitenoic acid (EPA) dan docosahexonoic acid (DHA) yang
merupakan pelindung
jantung mencegah risiko kematian mendadak, mengurangi risiko aritmia,
menurunkan kadar trigliserida, menurunkan kecenderungan adhesi platelet, sebagai precursor
prostaglandin, inhibisi sitokin, antiinflamasi dan stimulasi Nitric oxide (NO) endothelial.
Makanan jenis
ini sebaiknya dikonsumsi dua kali seminggu.
d. Makanan yang kaya vitamin dan antioksidan (vitamin C,E, dan betakaroten) seperti
yang banyak terdapat
pada sayur-sayuran, buah-buahan,
dan biji-bijian.
e. Buah-buahan dan sayur-sayuran
· Kabiasaan/membudaya diit kaya buah-buahan dan sayuran bervariasi minimal 5 porsi setiap hari
· Sayuran hijau dan
jeruk
yang menurunkan risiko
stroke
· Sumber kalium yang merupakan predictor yang kuat untuk
mencegah mortalitas
akibat stroke, terutama buah
pisang.
· Apel yang mengandung
quercetin
dan phytonutrient
dapat
menurunkan
risiko
stroke.
f. Teh
hitam dan teh
hijau yang mengandung antioksidan.
3.
Anjuran lain tentang makanan:
a. Menambah
asupan kalium dan
mengurangi
asupan antrium
(<6 gram/hari).
Bahan-bahan yang
mengandung
natrium seperti monosodium glutamate dan
sodium nitrat, sebaiknya
dikurangi. Makanan
sebaiknya harus segar. Pada
penderita hipertensi, asupan natrium yang dianjurkan ≤2,3 gram/hari dan asupan kalium ≥4,7 gram/hari.
b. Meminimalkan makanan tinggi lemak jenuh dan mengurangi asupan trans fatty
acid seperti kue-kue, crackers, telur,
makanan yang digoreng, dan
mentega.
c.
Mengutamakan
makanan yang mengandung polyunsaturated
fatty acid,
monounsaturated fatty acid, makanan berserat dan protein nabati.
d. Nutrient
harus diperoleh dari makanan
bukan
suplemen.
e. Jangan
makan berlebihan dan perhatikan menu makanan
seimbang f. Makanan sebaiknya bervariasi
dna tidak tunggal.
g. Hindari
makanan dengan densitas
kalori tinggi dan kualitas nutrisi rendah
h. Sumber lemak sebaiknya berasal dari sayuran, ikan bauh polong
dan kacang-
kacangan
i. Utamakan makanan yang mengandung polisakarida seperti roti, nasi, pasta, sereal dan kentang. Hindari makanan yang mengandung gula (monosakarida dan
disakarida)
B. Penanganan Stress
dan
Beristirahat yang Cukup
1. Istirahat
cukup dan tidur teratur antara 6-8 jam sehari
2. Mengendalikan
stress dengan
cara
berpikir positif sesuai
dengan jiwa sehat menurut WHO,
menyelesaikan pekerjaan satu
demi
satu, bersikap ramah dan mendekatkan diri pada Tuhan yang maha esa dan mensyukuri hidup yang ada.
Stress
kronis dapat meningkatkan
tekanan darah.
Penanganan stress
menghasilkan
respon relaksasi yang menurunkan denyut
jantung dan tekanan darah.
C. Pemeriksaan Kesehatan Secara Teratur dan Taat Anjuran Dokter dalam Hal
Diet dan Obat
1. Faktor-faktor resiko seperti penyakit jantung, hipertensi,
dislipidemia, diabetes mellitus
(DM) harus dipantau secara teratur.
2. Factor-faktor resiko ini dapat dikoreksi dengan pengobatan teratur, diet dan gaya hidup sehat
3. Pengendalian hipertensi dilakukan dengan
target tekanan darah ,140/90
mmHg.
Jika menderita diabetes mellitus atau penyakit ginjal kronis, target tekanan darah
,130/80 mmHg.
4. Pengendalian kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus dengan target
HbA1C <7%.
5. Pengendalian kadar kolesterol pada penderita dislipidemia
dengan diet dan obat penurun lemak. Target kadar kolesterol LDL <100 mg/Dl penderita yang bersiko
tinggi
stroke sebaiknya target
kolesterol LDL sebaiknya <70 mg/Dl.
6. Terdapat bukti-bukti tentang factor resiko yang
bersifat infeksi/inflamasi misalnya
infeksi gigi. Kesehatan gigi dan mulut sebaiknya diperhatikan
secara teratur.
D. Beberapa Rekomendasi
1. Penilaian Faktor Resiko Serangan Stroke Pertama
Setiap penderita perlu dilakukan penilaian resiko terjadinya stroke di kemudian
hari
(AHA/ASA, Class 1, Level of evidence A). risk assessment
tool seperti Framingham Stroke Profile (FSP)
dapat digunakan
untuk
membantu mengidentifikasi individu yang
mungkin mendapat manfaat mendapat intervensi
terapi berdasarkan
factor resiko
yang ada
(AHA/ASA,
Class
IIa,
Level
of
evidence B)
2. Penyebab
stroke secara genetik
Anamnesis
riwayat keluarga dapat bermanfaat untuk skrinning
seseorang mempunyai factor resiko stroke
genetic
(AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence A).rujukan
untuk konseling genetic dapat dipertimbangkan pada pasien stroke
yang disebabkan oleh factor genetic (AHA/ASA, Class IIb, Level of evidence C)
3. Penyakit kardiovaskular
3. Penyakit kardiovaskular
resiko terkena stroke serangan pertama meningkat pada orang dengan penyakit vascular aterosklerotik non serebrovaskular (penyakit jantung
koroner, gagal jantung, atau klaudikasio intermiten). Terapi yang digunakan untuk penatalaksanaan kondisi tersebut misalnya antiagregasi platelet seperti yang direkomendasikan pada bagian lain pada panduan ini, dapat menurunkan resiko
stroke.
4. Hipertensi
4. Hipertensi
a.
Panduan The Joint National Committee Seventh (JNC 7) merekomendasikan skrining tekanan darah secara teratur dan penanganan yang sesuai, termasuk modifikasi gaya hidup dan
terapi farmakologik
b. Tekanan darah
sistolik
harus dikelola mencapai
target <140
mmhg dan
tekanan darah diastolic
<90 mmhg. Penderita dengan hipertensi dan diabetes atau penyakit
ginjal memiliki sasaran tekanan darah 130/80 mmhg
(AHA/ASA, Class 1, Level of
evidence A). hal ini berhubungan dengan resiko yang rendah terjadinya stroke dan kejadian kardiovaskular (AHA/ASA, Class
1, Level of evidence A)
c.
ESO menyebutkan
bahwa tekanan darah tinggi harus dikelola
dengan pola hidup dan terapi farmakologi secara individual (ESO, Class 1, Level of
evidence A)
5. Merokok
a. Merokok tidak direkomendasikan.
Perokok aktif disarankan untuk berhenti merokok karena studi epidemiologi menunjukkan hubungan yang
konsisten antara merokok dengan stroke
iskemik maupun perdarahan
subarachnoid(AHA/ASA, Class 1, Level
of evidence B)
b. Walaupun
belum cukup
bukti
bahwa menghindari
lingkungan asap rokok
dapat mengurangi insidensi stroke, tetapi data epidemiologi menunjukkan
peningkatan resiko
stroke kepada mereka yang terpapar asap
rokok
dan menfaat menghindari asap rokok pada
resiko kardiovaskular lain. Oleh karena
itu, anjuran untuk menghindari paparan dengan lingkungan asap rokok untk beralasan (AHA/ASA, Class IIa, Level
of evidence C)
c. Berbagai cara seperti konseling, penggunaan pengganti nikotin, pemakaian
obat-obat oral
untuk berhenti merokok, dapat
dipakai sebagai strategi penghentian merokok
secara
keseluruhan. Status rokok
perlu selalu
dibicarakan
dan didiskusikan
disetiap pertemuan dengan
penderita (AHA/ASA,
Class I, Level of evidence B)
Keterangan :
· Merokok
menyebabkan peninggian
koagulabilitas,
viskositas
darah, meninggika kadar
fibrinogen, mendorong agregasi platelet,
meninggikan tekanan darah, meningkatkan hematokrit,
menurunkan kolesterol hdl dan
mwningkatkan kolesterol hdl.
· Berhenti merokok juga memperbaiki fungsi
endotel
· Perokok
pasif, resiko sama
dengan
perokok aktif
6. Diabetes
a. Penderita
diabetes direkomendasikan untuk mengontrol hipertensi secara ketat (rekomendasi JNC 7 adalah 130/80
mmhg untuk
pasien diabetes) sebagai
bagian dari program pengurangan dari resiko yang
menyeluruh (AHA/ASA,
Class I, Level of evidence A)
b. Pemakaian ACEI
atau
ARB pada penderita diabetes deawasa dengan
hipertensi terbukti bermanfaat
(AHA/ASA, Class
I,
Level of evidence A)
c.
Pada
penderita
diabetes dewasa,
khususnya
mereka yang memilliki faktor risiko
tambahan, pemberian statin direkomendasikan untuk menurunkan risiko terkena stroke serangan
pertama (AHA/ASA , Class I, level of evidence A).
d. Gula darah harus diperiksa secara teratur. Gula
darah direkomendasikan agar dikelola
dengan modifikasi pola
hidup
dan terapi farmakologi secara
individual. (ESO, ClassIV, Level
pf evidence C)
7. Fibrilasi atrium (Atrial fibrilation, AF)
7. Fibrilasi atrium (Atrial fibrilation, AF)
a.
skrining aktif adanya AF pada penderita >65
tahun di unit perawatan primer
dengan memeriksa
nadi diikuti EKG terbukti bermanfaat (AHA/ASA,Class IIa,
Level
of evidence B)
b. Adjusted-dose Warfarin (target INR 2,0-3,0) direkomendasikan pada semua penderita dengan non-valvular atial fibrillation yang
dinilai berisiko tinggi dan beberapa penderit yang
dinilai berisiko sedang selama pmberian obat ini aman. (AHA/ASA,
Class I, Level of evience A).
c. Aspirin direkomendasikan untuk penderita AF risiko rendh dan
beberapa
penderita risiko sedang dengan pertimbangan dengan berdasarkan pilihan penderita, risiko kemungkinan terjadinya prdarahan, serta tersedianya fasilitas pemantauan antikoagulan yang baik (AHA/ASA, Class I, Level of evidence
A).
d. Penanganan tekanan darah secara agresif bersamaa pemberian antitrombotik pofilaksis pda penderita AF usia lanjut bermanfaat
(AHA/ASA, Class Iia,
Level
of evidence B)
e. Penderita AF yang tidak dapat menerima antikoagulan oral dapat diberikan
aspirin (ESO, Class I, Level
of evidence A)
f. Penderita
AF
yang menggunakan katup
jantung prostetik
perlu mendpat
antikoagulan jangka panjang dengan target INR berdasarkan tipe katup prostetiknya, tetapi tidak kurang dari INR 2,0-3,0 (ESO, Class II, Levelof
evidence B)
8.Penyakit jantung lain
Pemberian warfarin cukup beralasan pada
penderita pascainfark miokard dengan
elevasi segmen
ST (ST elevation
Miocardial Infarct, STEMI) dengan trombus
mural ventrikel
kiri untuk mencegah terjadinya
stroke (AHA/ASA,
Class IIa, Level
of evidence A)
9. Dislipidemia
a. penderita penyakit jantung
koroner atau penderita dengan risiko tinggi seperti
penderita diabetes dianjurkan
mendapat tambahan
terapi pemberian statin,
disamping modifikasi gaya hidup, untuk mencapai kadar kolesterol LDL sesuai pedoman The National
Cholesterol Education
Program (NCEP) (AHA/ASA, Class I, Level
of evidence A).
b. kolesterol darah harus diperiksa secara teratur. Penerita dengan kolesterol darah tinggi (LDL>150 mg/dl)sebaknya
dikelola dengan modifikasi pola hidup
dan pemberian statin (ESO, Class I, Level of evidence A)
10. Asymptomatic Carotid Stenosis
10. Asymptomatic Carotid Stenosis
a. Skrining pada penderita stenosis
arteri karotis asimptomatik direkomendasikan
uutuk mencari faktor risiko lain dari stroke yang masih dapat diterapi dengan modifikasi gaya hidup dan terapi medis yang
sesuai (AHA/ASA , Class I, level of
evidence C).
b. Pemilihan penderita
asimptomatik untuk dilakukan revaskularisasi karotis harus
melihat kondisi komorbid, harapan hidupnya, dan juga faktor-faktor individual lain termasuk hasil diskusi tentang
manfaat dan risiko dari prosedur yang akan dijalankan. Dokter
juga harus
menghargai pilihan penderita (AHA/ASA , Class I,
level of evidence C).
c. Sepanjang tidak ada kontraindikasi, penggunaan aspirin direkomendasikan pada
Carotid Endarterectomy (CEA) (AHA/ASA , Class I, level
of evidence C).
d. CEA profilaksis dapat dilakukan pada
penderita stenosis arteri karotis asimptomatik dengan seleksi
ketat (minimum 60%
dengan angiografi, 70%
dengan
Doppler ultrasound) (AHA/ASA
, Class II, level
of evidence A).
e. stenting
arteri karotis profilaksis pada penderita asymptomatik carotid
stenosis dipertimbangkan dengan
seleksi ketat (≥60% dari angiografi, ≥70% pada USG
doppler atau >80% pada
computed tomografi angiografi (CTA)
atau magnetik resonance angiografi (MRA) bila
stenosis pada USG antara
59-69%). Keuntungan
dari revaskularisasi dibandingkan dengan terapi obat saja tidak jelas (ASA/AHA,
Class II b, Level
of evidence B)
f. manfaat Carotid Artery Angioplasty (CAS)
sebagai pengganti CEA pada penderita asimptomatik dengan risiko tinggi untuk pembedahan tidak jelas ( AHA/ASA,
Class IIb, Level of evidence C)
g. Skrining
di populasi untuk mengetahui stenosis
arteri karotis asimptomatik tidak
direkomendasikan (AHA/ASA,
Class III, Level of evidence B)
11. Sickle Cell Disease (SCD)
11. Sickle Cell Disease (SCD)
a. anak-anak penderita SCD direkomendasikan untuk menjalani skrining dengan
Transcranial Doppler (TCD) mulai usia 2 tahun
(AHA/ASA, Class 1, Level of evidence B).
b. meskipun
interval skrining yang optimal
belum dapat dipasstikan, tetapi cukup
beralasan untuk melakukan skrining ulang lebih sering pada anak-anak yang berusia
lebih dini dan mereka yang
memiliki kecepatan aliran darah berdsarkan TCD borderline abnormal dengan
tujuan mendeteksi
perkembangan riiko tinggi
intervensi berdasarkan
indikasi TCD (AHA/ASA,
Class Iia, Level of evidence B).
c. terapi transfusi (dengan target penurunan HbS dari >90 % menjadi <30%) bermanfaat
untuk menurunkan risiko stroke yang meningkat (AHA/ASA , Class I, level of evidence B).
d.
sambil menunggu hasil penelitian
lebih lanjut tranfusi dibenarkan untuk
dteruskan meskipun hasil pemeriksaan
TCD sudah menjadi normal
(AHA/ASA
, Class IIa, level of
evidence B).
e.
Pemilihan pasien anak-anak untuk
pencegahan
primer stroke dengan tranfusi berdasarkan kriteria MRI
dan
MRA masih belum mantap dan pemeriksaan tersebut tidak
dapat
menggantikan fungsi
TCD (AHA/ASA , Class III, level of evidence B).
f. orang dewasa dengan SCD harus dievaluasi untuk mencari faktor-faktor risiko stroke
dan
harus dikelola sesuai dengan panduan umum (AHA/ASA , Class I, level of evidence A).
12. Terapi sulih
hormon
a. terapi sulih hormon
(estrogen dengan atau tanpa
progestin) tidak dibenarkan sebagai pencegahan stroke primer pada
penderita pascamenopause
(AHA/ASA , Class III, level of
evidence A).
b. ESO juga menyebutkan bahwa
terapi sulih hormon tidak direkomendasikan (ESO,
Class I, level
of evidence A).
13. Kontrasepsi oral
a. Kontrasepsi oral dapat berbahaya pada penderita
dengan fakto risiko tambahan seperti merokok
dan riwayat
kejadian
tromboemboli (AHA/ASA, Class III, level of
evidence C).
b. Mereka yang
tetap memilih menggunakan kontrasepsi oral meskipun menambah risiko, perlu dilakukan terapi agresif terhadap faktor risiko stroke yang sudah ada (AHA/ASA,
Class IIb, level
of evidence C).
Keterangan:
Pemakaian kontrasepsi oral terutama
pada
wanita perokok atau
disertai dengan faktor risiko lain atau
pernah mengalami kejadian
tromboemboli sebelumnya, mempunyai resiko tinggi
mendapat serangan stroke. Oleh karena itu, pemakaian kontrasepsi oral sebaiknya dihentikan
dan mencari alternatif lain untuk
KB (Keluarga Berencana).
14. Diet dan Nutrisi
14. Diet dan Nutrisi
a.
Penurunan masukan
natrium dan
peningkatan masukan kalium direkomendasikan untuk menurunkan tekanan darah pada
penderita hipertensi (AHA/ASA, Class I, level of
evidence A).
b. Metode Dietary Approach to Stop Hypertension (DASH) yang menekankan pada konsumsi buah, sayur, dan produk susu rendah lemak
dapat menurunkan tekanan darah serta merupakan diit yang direkomendasikan (AHA/ASA , Class 1, level of evidence A)
15. Aktivitas fisik
a. peningkatan aktivitas fisik direkomendsikan
karena
berhubungan dengan penurunan
risiko stroke (AHA/ASA,
Class
1, level of evidence B).
b. pada orang dewasa, direkomenasikan untuk melakukan aktifitas fisik aerobik minimal
selama 150 menit (2 jam 30 menit) setiap minggu dengan intensitas sedang, atau 75 menit
( jam 15 menit) setiap minggu dengan intensitas berat (AHA/ASA 1, Class 1, level of
evidence B).
Keterangan:
· Melakukan aktivitas fisik yang mempunyai
nilai aerobik
(jalan cepat, bersepeda,
berenang, dll) secara teratur akan dapat menurunkan tekanan darah, memperbaiki
kontrol diabetes, memperbaiki kebiasaan makan,
menurunkan
berat badan
dan
meningktkan kadar kolesterol
HDL.
· Efek
biologis: penurunan aktivitas
platelet, reduksi
fibrinogen plasma, dan
meningkatnya aktifitas
tissue plasminogen activator.
· Pola makan sehat dan olahraga teratur
adalah
pengobatan utama bagi penderita obesitas
dan mencegah stroke.
16. obesitas dan lemak tubuh
16. obesitas dan lemak tubuh
a.
Pada
individu overweight
dan obesitas, penurunan BB
(berat
badan) direkomendasikan
untuk menurunkan
tekanan darah (AHA/ASA, Class
I, Level of evidence A).
b. Pada individu overweight dan obesitas, penurunan BB dipandang dipandang cukup
beralasan
dapat
menurunkan resiko
stroke (AHA/ASA,
Class Iia, level
of evidence B)
keterangan
· Obesitas
memudahkan
terjadinya penyakit jantung, stroke dan DM. Angka obesitas pada
anak-anak dan dewasa
muda pada dekade
terakhir
ini menglami peningkatan. Dengan demikian, angka kejadian stroke dan penyakit jantung
pada
usia muda meningkat. Obesitas
dapat dicegah dengan
mengkonsumsi makanan sehat dan melakukan
olahraga teratur.
· Penurunan
berat
badan sebaiknya dilakukan
dengan target body
mass index (BMI) <25 kg/m2, garis lingkar pinggang <80 cm untuk
wanita dan <90 cm untuk laki-laki.
17.
Konsumsi Alkohol
Metode skrining dan konseling direkomendasikan untuk
pengurangan atau penghentian konsumsi alkohol diantara peminum berat, sesuai dengan the US Preventife
Services Task Force Update 2004 (AHA/ASA, Class 1, level of evidence A).
18. Penyalahgunaan Obat (Drug Abuse)
18. Penyalahgunaan Obat (Drug Abuse)
Pendeita dengan masalah penggunaan obat perlu dipertimbankan dirujuk untuk program terapeutik yang tepat
(AHA/ASA, Class II A,
level
of evidence C)
Keterangan
Penyalahgunaan obat
seperti heroin, kokain, fenilpropanolamin,
dan konsumsi alkohol (alcohol abuse) akan menyebabkan tekanan darah menigkat, menyebabkan terjadinya
stroke hemoragik.
19. Sleep-Dissorder Breathing (SDB)
19. Sleep-Dissorder Breathing (SDB)
Mengingat SDB berhubungan
dengan
faktor
resiko vaskuler
dan
morbiditas
kardiovaskuler lain, evaluasi adanya SDB dengan anamnesis yang teliti dan bila perlu
dengan tes khusus direkomendasikan
untuk dilakukan, terutama pada individu dengan obesitas abdomen, hipertensi, penyakit jantung, atau hipertensi yang reisten terhadap obat (AHA/ASA,
Class 1 level of evidence A)
20. Migren
Mengingat adanya hubungan frekuensi migren yang sering dengan risiko stroke
pengobatan untuk mengurngi resiko
migren cukup
beralasan
meskipun belum cukup
data yang
menunjukkan bahwa pendekatan ini akan menurunkan resiko terjadinya stroke pertama
(AHA/ASA, Class IIB,
level of evidence C).
21. Hiperosmosisteinemia
21. Hiperosmosisteinemia
· Pemberian vitamin B komplek, piridoksin (B6), kobalamin (B12), dan asam folat dapat dipertimbangkan untuk pencegahan stroke
iskemik pada penderita hiperosmosisteinemia, tetapi manfaatnya
belum jelas (AHA/ASA,
Class IIB, level of
evidence B).
· Asupan folat harian (400µg/hr), B6 (1,7 mg/hr) dan B12 (2,4 µg/hr) melalui konsumsi
buah, sayur, kacang polong, daging, ikan, padi an sereal untuk individu yang tidak hamil dan
menyusui
mungkin
bergna dalam
menurunkan
resiko
stroke (AHA/ASA, Class Iib, level
of evidence C)
22. Peningkatan Lipoprotein
Pemberian niacin cukup beralasan untuk pecegahan stroke iskemik pada penderita dengan Lp (a) yang tinggi, tetapi manfaatnya belum jelas (AHA/ASA, Class Iib, Leve of
evidence B)
23. Hiperkoagulabilitas
23. Hiperkoagulabilitas
a. Manfaat
skrining genetik
untuk mendeteksi
b. Manfaat terapi spesifik untuk pencegahan stroke primer pada penderita trombofilia
heriditer
atau yang didapat asimptomatik belum jelas (AHA/ASA, Class IIb, Level
of evidence C).
c. Aspirin dosis rendah (81 mg/hari) tidak diindikasikan untuk
pencegahan primer stroke
pada seorang dengan antiphospholipid antibodies (APL) positif persisten
(AHA/ASA, Class III, Level
of evidence B).
24. Inflamasi dan Infeksi
24. Inflamasi dan Infeksi
a.
Penanda inflamasi seperti hsCRP atau Lp-PLA2 pada penderita tanpa CVD mungkin
dapat
mengidentifikasi penderita dengan peningkatan risiko
stroke, meskipun manfaatnya dalam praktek klinis rutin belum jelas (AHA/ASA, Class l I b , Level of
evidence B).
b. Penderita dengan penyakit
inflamasi kronik,
seperti
Rheumatoid Arthritis (RA)
atau Systemic
Lupus Erythematosus (SLE), perlu diwaspadai mempunyai r i s i k o
s t r o k e y
a n g m e n i n g k a t ( A H A / A S A , C l a s s I , L e v e l of
evidence B).
c. Pengobatan dengan antibiotic untuk infeksi kronis sebagai cara untuk
pencegahan
stroke, tidak direkomendasikan (AHA/ASA,
Class III, Level of evidence A).
d. Penelitian
pasien dengan
peningkatan
hsCRP dengan p e m b e r i a n s t a t i n
d a p a t
m e n u r u n k a n r i s i k o stroke (AHA/
ASA, Class II, Level of evidence B).
e. Vaksinasi influenza setahun sekali dapat bermanfaat pada penderita dengan risiko
stroke (AHA/ASA, Class I I a , L e v e l o f e v i d e n c e B ) .
25. Aspirin
25. Aspirin
· Pemakaian aspirin untuk pencegahan kejadian k a r d i o v a s k u l e r , t e r m a s u k s t r o k e , direkomendasikan pada seseorang
dengan risiko cukup tinggi dibanding
dengan risiko pengobatan, dengan nilai risiko kejadian dalam 10 tahun ke depan sebesar 6% sampai
10% (AHA/ASA,
Class I, Level
of evidence A).
· Aspirin (81 mg sehari atau 100 mg setiap 2 hari sekali) bermanfaat untuk mencegah stroke
pertama pada wanita dengan faktor risiko yang cukup tinggi dibanding
dengan risko pengobatan
(AHA/ASA, Class
IIa, Level
of evidence B).
· Aspirin tidak bermanfaat untuk mencegah stroke pertama pada individu dengan risiko rendah (AHA/ASA,
Class
III, Level
of evidence A).
· Antiplatelet selain aspirin tidak direkomendasikan untuk pencegahan primer stroke
(ESO, Class IV, GCP).
sumber : Guideline Stroke Perdossi 2011
0 comments:
Post a Comment